Dikirim oleh falcao pada

Jakarta, Badan Pengawas Pemilihan Umum – Banyaknya politisasi anggaran yang dilakukan oleh kepala daerah terhadap anggaran penyelenggara pemilu, membuat Bawaslu dan KPU memperjuangkan anggaran Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) lewat Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN). Namun sepertinya, pemerintah tidak menyetujui wacana tersebut dalam Pilkada serentak tahap kedua yang rencananya digelar pada 2017 nanti.

“Komunikasi dengan Wapres dan Kementerian Keuangan sepertinya belum ada kesepakatan (anggaran pilkada lewat APBN ,-red). Oleh Karena itu, perlu ada peraturan yang lebih jelas agar tidak terjadi lagi hal serupa seperti Pilkada serentak 2015,” tutur Ketua Bawaslu Muhammad, saat memberikan masukan dalam Evaluasi Penyelenggaraan Pilkada 2015, di Jakarta, Senin (15/2).

Menurut Muhammad, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) harus lebih jelas dalam regulasinya dalam memudahkan penyelenggara pilkada mendapatkan anggaran. Jika perlu, ada sanksi yang  tegas terhadap kepala daerah yang mempolitisasi dan menghambat anggaran penyelenggara Pilkada.

Menurut Muhammad, posisi jajarannya lebih mengenaskan dibandingkan dengan KPU. Panwaslih kerap dipersulit terkait anggaran, bahkan anggaran yang diberikan jauh di bawah dari anggaran yang diusulkan.

Sebelumnya, dalam kegiatan serupa, Komisioner  KPU Arief Budiman mengungkapkan bahwa perlu penegasan keseragaman tentang anggaran penyelenggara Pilkada yang berbeda-beda antara daerah yang satu dengan yang lainnya.

“Ada daerah yang diwajibkan melengkapi pertanggungjawaban sebelum anggaran secara bertahap dicairkan. Namun, ada juga daerah yang melengkapi laporan pertanggungjawaban setelah tahapan Pilkada selesai,” katanya.

Selain itu, ada juga kasus dimana NPHD ditandatangani secara terpecah-pecah, sehingga pencairan dilakukan bertahap. Namun, ada juga daerah yang NPHD nya sekali saja, sehingga pencairan anggaran juga dilakukan sekali.

“Kita usulkan NPHD sekali pencairan saja,” tambah Arief.

Penulis   : Falcao Silaban