Jakarta, Badan Pengawas Pemilihan Umum- Anggota Bawaslu Lolly Suhenty meminta seluruh jajaran Bawaslu menjalankan seluruh surat edaran (SE), surat keputusan bersama (SKB), maupun instruksi ketua yang telah terbit. Ini sebagai komitmen Bawaslu dalam menjaga Pemilihan serentak 2024 agar berhasil.
"Jalankan itu SE, SKB, maupun instruksi ketua, supaya konsolidasi gagasannya tepat, konsolidasi datanya terjadi lintas divisi dan konsolidasi tindakannya sama dari pusat hingga daerah, sehingga tidak membingungkan banyak orang," seru dia dalam penutupan Konsolidasi Nasional Kelembagaan Pengawas Pemilihan dalam Pelaksanaan Pengawasan Tahapan Kampanye dan Dana Kampanye, serta Pengadaan dan Pendistribusian Perlengkapan Pemilihan Serentak 2024 di Jakarta, Rabu (30/10/2024).
Lolly mengingatkan Bawaslu memiliki tanggung jawab menyukseskan Pemilihan serentak 2024. Untuk itu dia meminta agar seluruh jajaran melakukan konsoliadasi hingga tingkat adhoc. "Konsolidasikan lah, konsolidasi akan menghasilkan harmoni jika semua orang bekerja berdasarka instruksi dan arahan. Harmoni ini yang menetukan apakah pilkada terkoordinasi dengan baik," pinta Koordinator Divisi Pencegahan, Parmas, dan Humas itu.
Dalam kesempatan itu Lolly menjelaskan ada beberapa surat yang telah dikeluarkan Bawaslu yakni pertama SE 102 tahun 2024 tentang pengawasan SIBER. Kedua, SK 311 tahun 2024 tentang manajemen krisis.
"Saya ingin mengingatkan SK 311 tentang manajemen krisis, jangan pernah ada situasi di bawah yang tidak terinfo di atasnya (Bawaslu kabupaten ke provinsi atau Bawaslu provinsi ke Bawaslu RI). Jangan pernah ada sebuah momen yang viral, tapi tidak ada penjelasan dari Bawaslu. Bawaslu tidak boleh takut memberikan informasi ke publik, gunakan SK 311 sebagai managemen krisis," tegasnya.
Ketiga, SKB gugus tugas yang telah ditantangani oleh Bawaslu, KPU, KPI, dan Dewan Pers untuk melakukan pemantauan pemberitaan, penyiaran dan iklan kampanye Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024. "SKB sudah diturunkan, kewajiban Bawaslu daerah untuk membentuk gugus tugas tersebut," jelasnya.
Selanjutnya, keempat, SE 103 tahun 2024 tentang Pencegahan dan Pelanggaran Kampanye. Dia meminta Bawaslu daerah menjadikan SE tersebut sebagai pedoman melakukan pengawasan. "Kita mengutamakan pencegahan, penidakan adalah cara terakhir untuk memastikan semua proses benar, tapi bukan berarti berhenti pada pencegahan," katanya.
"Begitu dicegah tidak bisa, diimbau tidak bisa, dikasih saran perbaikan tidak bisa, maka harus ditindak," sambungnya.
Kelima, SE tahun 109 tentang pencegahan pelanggaran pengadaan logistik. Menurutnya, banyak sekali aspek yang harus dipastikan tidak hanya sesuai spesifikasi, tetapi harus tepat waktunya, dan tepat distribusinya.
"Saya harap setelah konsolidasi ini tidak ada lagi lagi situasi dan dinamika yang terjadi di lapangan yang tidak dikomunikasikan ke jenjang yang di atasnya termasuk ke Bawaslu RI. Termasuk, menindaklanjuti instruksi ketua Bawaslu atau SE Bawaslu yang telah terbit, sebab gagasan harus sama, data harus sampai dari bawah ke atas. lalu tindakan harus sama dengan realitas yang berbeda-beda," pesannya.
Ketua Bawaslu Rahmat Bagja dalam konsolidasi tersebut menjelaskan SE 111 tahun 2024 tentang penangan isu krusial dalam pengawasan pemilihan serentak 2024. Pertama, kampanye oleh pejabat daerah. Kedua, Ajakan atau seruan atau imbauan masyarakat untuk memilih/tidak memilih Kolom Kosong atau mencoblos lebih dari satu pasangan calon:
Ketiga, kata dia, pemaknaan Pasal 70 ayat (1) UU Pemilihan status kehadiran atau keikutsertaan ASN dalam kampanye pemilihan.
"ASN ikut kampanye pelanggaran peraturan perundang-undangan lainnya. ASN terdiri atas PNS dan P3K, termasuk honorer tidak diperkenankan ikut dalam kampanye, tidak boleh berpihak krn ada perjanjiannya kerja dengan pemda atau instansinya," jelasnya
Keempat, pemaknaan kampanye di luar jadwal, kelima, biaya makan minum, transportasi peserta dan hadiah dalam kampanye, dan keenam, alat peraga kampanye dan bahan Kampanye.
"Termasuk isu-isu krusial kampanye lainnya diantaranya jabatan tenaga ahli atau staf khusus atau sebutan lain dengan status non ASN yang bekerja di lingkungan instansi pemerintahan, tidak boleh memakai fasilitas instansi yang bersangkutan," tegasnya.
Editor: JRP
Fotografer: Robi Ardianto