Dikirim oleh nurisman pada
Anggota Bawaslu Rahmat Bagja memberikan arahan dalam kegiatan Bimtek Pengawas Kecamatan Dalam Rangka Evaluasi Pemutakhiran Daftar Pemilih pada Pilwalkot Bandarlampung 2020, di Lampung, Rabu, (11/11/2020)/foto: Nurisman (Humas Bawaslu RI).

Bandarlampung, Badan Pengawas Pemilihan Umum - Koordinator Divisi Penyelesaian Sengketa Bawaslu Rahmat Bagja menilai wajar jika jajaran pengawas pemilihan di tingkat kecamatan (Panwascam) dalam melakukan tugas pengawasan Pilkada Serentak 2020, menyerempet bahaya.

Menyerempet bahaya yang dimaksud Bagja semisal, dalam melakukan tugasnya, panwascam kerap mendapat intimidasi dari oknum paslon maupun tim kampanyenya.

"Bahaya sedikit-sedikit itu wajar, entah itu ditelfon, entah itu dalam bentuk silahturahmi, pasti ada itu dan saya yakin seyakin-yakinnya, pada saat pelaksanaan tahapan kampanye," jelasnya pada kegiatan Bimtek Pengawas Kecamatan Dalam Rangka Evaluasi Pemutakhiran Daftar Pemilih pada Pilwalkot Bandarlampung 2020, di Lampung, Rabu, (11/11/2020).

Lebih lanjut, Bagja menyampaikan sebuah ungkapan yang dipakai Bung Karno yakni ‘Vivere pericoloso’ sebuah frasa bahasa Italia yang berarti “hidup yang menyerempet bahaya”.

Namun dia meminta agar jajaran pengawas pemilihan ditingkat kecamatan untuk bersikap terbuka dan transparan kepada setiap peserta pemilihan ketika melakukan konsultasi.

"Kalau kemudian tiap hari baru ditelfon oleh paslon saja sudah lapor, bahaya itu, kita kedepankan pencegahan, tetapi kalau ditelfonnya mengancam itu harus lapor, apalagi membuat kita tidak netral, teman-teman baru boleh lapor," tegasnya.

Pria kelahiran Medan, Sumatera Utara ini juga meminta Panwascam selalu bersikap humanis, bijaksana dalam menentukan bentuk sanksi atau hukuman dalam melakukan pengawasan terhadap para calon kepala daerah.

“Tidak langsung berikan hukuman atau sanksi ketika terjadi pelanggaran, tapi ingatkan bahwa itu tidak boleh, teman-teman boleh jelaskan alat peraga kampanye dipasang di sini boleh apa tidak, yang disini tidak boleh, disana boleh, ukurannya segini, diterangkan saja dengan humanis,” ujarnya.

Editor: Jaa Pradana