Makassar, Badan Pengawas Pemilu - Ketua Bawaslu RI Muhammad mengatakan bahwa nantinya tidak akan ada lagi lembaga formal yang bertugas mengawasi Pemilu seperti lembaga Bawaslu sekarang ini. Tetapi pengawasan itu akan diserahkan kepada publik atau masyarakat yang sudah terbangun kesadaran politiknya disebabkan proses pendidikan politik yang berlangsung secara evolusi. Sehingga kita tidak akan kesulitan lagi merekrut para calon penyelenggara Pemilu yang kompeten seperti sekarang ini.
Lebih lanjut, Muhammad menyatakan keyakinannya jika ada proses pendidikan politik yang berlangsung secara terstruktur maka akan melahirkan calon-calon penyelenggara Pemilu atau pengawas Pemilu dengani basis yang dapat dipertanggungjawabkan.
Penegasan Ketua Bawaslu RI ini disampaikan dalam acara Lokakarya Kurikulum S2 Ilmu Politik Konsentrasi Tata Kelola Pemilu di gedung Pascasarjana Universitas Hasanuddin Makassar, Senin, (10/8). Lokakarya dibuka oleh Assisten Direktur I Pasca Sarjana Unhas Prof. Dr. Suryani As’ad, M.Sc, didampingi Wakil Dekan I Fisip Unhas Dr. Baharuddin MSi dan Ketua Program Studi S2 Ilmu Politik Prof. Dr. Muh. Kausar Bailusy, M.A. dengan moderator Wakil Dekan II Fisip Dr.Gustiana A.Kambo
Penyelenggaraan program Pendidikan S2 Tata Kelola Pemilu dilaksanakan oleh Universitas-universitas di Indonesia yang memiliki Jurusan Politik dan Pemerintahan dan tergabung dalam konsorsium Penyelenggara Pendidikan Tata Kelola Pemilu. Untuk mendukung keberhasilannya, penyelenggaraan Program ini telah dilakukan kerjasama dengan 11 universitas negeri terkemuka di Indonesia salah satunya adalah Universitas Hasanuddin Makassar dengan dukungan penuh dari KPU, Bawaslu, Bappenas, dan Kementerian Pendidikan Tinggi dan Ristek RI.
Terkait program kerjasama Unhas dan Bawaslu RI pada S2 Tata Kelola Pemilu, Muhammad lebih jauh mengatakan bahwa kesadaran tanggung jawab menciptakan Pemilu tidak eksklusif bukan menjadi penyelenggara saja. Namun semangat bagaimana Pemilu menjadi inklusif untuk semua orang. Intinya proses pengawasan Pemilu adalah terjadinya sebuah pengawasan partisipatif.
Muhammad menjelaskan syarat Pemilu yang demokratis, paling tidak harus ada empat hal. Pertama, regulasi yang jelas dan tegas. Regulasi yang ada saat ini masih kurang jelas dan tegas. “sepertinya ketidaktegasan dan ketidakjelasan ini sengaja dibuat abu abu, sehingga ada ruang untuk berakrobat politik,” ujarnya.
Dia mencontohkan ketidakjelasan terdapat pada Undang-undang Pemilu, termasuk UU Pilkada yang tidak tegas membelah antara batas sosialisasi dan kampanye. Masih tidak jelas dan bahkan tidak ada sanksinya antara politik uang, cost politik dan money politik. “Money Politik ada pasalnya namun tidak ada sanksinya. Bisa dibayangkan bagaimana Pilkada 2015 karena ketidaktegasan ini dan hal ini menjadi tantangan bagi penyelenggara pengawas Pemilu,” tandasnya.
Syarat kedua, kader partai politik yang kompoten. Adanya calon yang tidak cukup adalah salah satu kontribusi tidak suksesnya proses kaderisasi dan pendidikan politik Parpol terhadap kader. Sehingga ini membuat kelimpungan Parpol dalam mengajukan calonnya. Muhammad mencontohkan fenomena ini terjadi di Sulawesi Selatan bahkan terjadi pada partai yang sudah cukup dewasa namun tidak mengajukan calonnya sendiri. Tapi mengusung yang bukan kadernya. Menurutnya hal ini juga diakibatkan oleh politik transaksional yang luar biasa.
Syarat ketiga adalah Pemilih yang Cerdas. Pemilih yang cerdas menjadi tanggung jawab perguruan tinggi yaitu dengan membuat kajian-kajian ilmiah, bagaimana melakukan research dan pengabdian tentang pengetahuan kepemiluan yang baik. Dia menilai bahwa masyarakat kita cenderung permisif sekaligus apatis. Muhammad mencontohkan persepsi masyarakat saat ini yang menilai bahwa satu suara mereka tidak akan merubah system, tidak berpengaruh dan dapat berdampak kepada mereka. “Ini adalah pemikiran yang skeptis, apatis yang harus menjadi tanggung jawab kita bersama perguruan tinggi,” tegasnya.
Yang terakhir adalah penyelenggara Pemilunya. Muhammad menyatakan pentingnya peran strategis penyelenggara dalam memastikan berlangsungnya proses dan memastikan pemilu itu secara jujur dan independen. “Jika penyelenggara melakukan kecurangan, maka hal ini akan melukai hati rakyat yang disebabkan ketidakteguhan penyelenggara menjaga amanah,” Pungkas Muhammad saat menutup materinya berjudul "Pengetahuan Strategis Dana Manajerial Tentang Penyelenggara Pemilu".
Penulis : Nurmalawati Pulubuhu
Editor : Ali Imron