Jakarta, Badan Pengawas Pemilu -- Badan Pengawas Pemilu Republik Indonesia menggandeng Komisi Yudisial guna mengawasi kinerja hakim dalam proses sengketa banding pemilihan Gubernur, Bupati, Walikota (GBW) tahun 2015 di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Pasalnya ketidakpuasan calon kepala daerah dalam sengketa proses di tingkatan Panitia Pengawas Pemilu kabupaten/kota dan Badan Pengawas Pemilu provinsi, sesuai UU Nomor 1 Tahun 2015 akan bermuara pada banding di PTUN.
Menurut Pimpinan Bawaslu Nasrullah, setidaknya terdapat dua hal yang menjadi kekhwatiran Bawaslu dalam pengajuan banding sengketa proses Pemilihan GBW di PTUN, yakni aspek kompetensi hakim dan aspek integritas hakim. Dikatakan, hakim PTUN sebaiknya dibekali kompetensi memadai tentang aturan main Pemilihan GBW sehingga memberikan keputusan tepat dalam sengketa proses Pemilihan GBW di PTUN.
Terkait integritas hakim, Nasrullah mengatakan penanganan sengketa proses pemilihan GBW di PTUN akan sangat kental dengan kepentingan politik. Bisa jadi kepentingan politik ini akan bermuara pada money politik sehingga dibutuhkan integritas hakim yang memadai.
“Kami membutuhkan Komisi Yudisial turut serta mengawasi hakim-hakim PTUN dan PTTUN. Bawaslu mulai ragu terhadap aspek kompetensi dan aspek integritas hakim. Apakah hakim-hakim PTUN dan PTTUN memahami problematika pemilukada dan aturan-aturannya,” kata Nasrullah dalam audiensi Bawaslu dengan Pimpinan Komisi Yudisial, Kamis (19/3), di Komisi Yudisial Jakarta.
Hadir dalam audiensi tersebut, DR Imam Anshori Saleh, Ketua Bidang Hubungan Antar Lembaga dan Layanan Informasi Komisi Yudisial dan sejumlah pejabat Komisi Yudisial. Sementara dari Bawaslu hadir pejabat struktural, tenaga ahli dan tim asistensi yang membidangi teknis pengawasan pemilihan GBW.
Dalam paparannya, Bawaslu menjelaskan di tahun 2015 terdapat 272 kabupaten/kota termasuk 9 provinsi yang menyelenggarakan Pemilihan GBW. Proses penetapan calon kepala daerah akan di mulai bulan Juni-September 2015. Dalam proses ini, potensi penolakan pendaftaran calon kepala daerah oleh Komisi Pemilihan Umum setempat sangat besar. Hal ini dapat menimbulkan sengketa proses di level Panwaslu kabupaten/kota dan Bawaslu provinsi. Calon yang tidak puas terhadap keputusan Panwaslu maupun Bawaslu dapat mengajukan banding ke PTUN sesuai UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan GBW menjadi undang-undang.
Belajar dari pengalaman Pemilukada sepanjang tahun 2010-2013, dari 36 gugatan ke PTUN terkait sengketa proses pemilukada, sebanyak 34 gugatan dikabulkan hakim, 2 gugatan di tolak. Dari 34 gugatan yang dikabulkan hakim hanya 2 putusan PTUN yang dilaksanakan KPU.
Nasrullah menjelaskan, seluruh provinsi di Indonesia kecuali DKI Jakarta dan Daerah Istimewa ACEH akan menyelenggarakan Pemilukada. Sementara PTUN hanya ada di Ibukota Provinsi sedangkan Pengadilan Tinggi TUN hanya ada di Medan, Jakarta, Surabaya dan Makassar. Terbatasnya jumlah hakim di bandingkan dengan potensi jumlah perkara yang masuk di khawatirkan menimbulkan polemik baru sengketa proses Pemilihan GBW.
Menanggapi persoalan itu, Pimpinan Komisi Yudisial DR Imam Anshori Saleh, mengatakan, Komisi Yudisial akan bertindak cepat untuk berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait terutama Mahkamah Agung dan Kemenkumham untuk mengantisipasi gelombang gugatan sengketa proses pemilihan GBW.
Terkait kompetensi hakim, Imam Ansyori mengatakan, masih cukup waktu untuk para hakim PTUN dan PT TUN belajar tentang aturan main Pemilihan GBW. Sedangkan persoalan integritas, KY akan mencermati betul latar belakang dan catatan perjalanan karir hakim yang akan menangani sengketa proses Pemilihan GBW.
“Menjadi tugas KY diminta atau tidak untuk mengawasi hakim-hakim itu. Model-model penyimpangan yang mungkin terjadi pada hakim. Kalau soal kapasitas tentu masih ada waktu. Kami akan ke MA dan kehakiman, sejauh mana pemahaman mereka tentang Pilkada. Akan kami cermati masukan-masukan Bawaslu. Kita akan lihat track record hakim-hakim yang ada,” kata Imam Ansyori.
Imam menambahkan, dalam kurun waktu 4-5 tahun terakhir, tidak ada rekruitmen hakim. Hal ini tentu menyebabkan keterbatasan hakim. Apalagi bila gugatan banding sengketa proses pemilihan GBW banyak di ajukan ke PTUN. Karenanya, hal semacam ini perlu diantisipasi sehingga tidak menimbulkan masalah baru dalam proses pemilihan GBW.
Penulis : raja monang silalahi