• English
  • Bahasa Indonesia

Putusannya Bersifat Final dan Mengikat, Pengawas Pemilu Diingatkan Jaga Integritas

Jakarta, Badan Pengawas Pemilu - Kewenangan baru yang diberikan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota kepada Bawaslu Provinsi dan Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) di kabupaten/kota untuk menyelesaikan sengketa proses pilkada harus dijalankan dengan penuh tanggung jawab. Pengawas pemilu diingatkan untuk terus menjaga integritas dalam menangani sengketa yang putusannya bersifat final dan mengikat tersebut.

"Integritas harus tetap dijaga, jangan mencoba untuk bermain-main”, tegas Pimpinan Bawaslu RI, Endang Wihdatiningtyas pada pembukaan Rapat Kerja Nasional Pengawasan Tahapan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, Serta Wali Kota dan Wakil Wali Kota di Golden Boutique Hotel, Jakarta, Sabtu (6/6).

Terkait dengan sengketa proses pilkada, Endang mengungkapkan bahwa pada 3 Juni lalu, Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah berkirim surat ke Mahkamah Agung (MA). Dalam surat tersebut KPU meminta adanya penegasan mengenai pembatasan objek sengketa Tata Usaha Negara, yakni agar dibatasi pada persoalan penetapan pasangan calon saja.

"Kalau semula kita lihat di undang-undang, itu kan ada beberapa hal yang bisa jadi objek sengketa Tata Usaha Negara, sepanjang itu bentuknya keputusan dari KPU. Ini ada permohonan, dan masih hangat tertanggal 3 Juni. Bisa jadi belum ada jawaban (dari MA)," jelasnya.

Disisi lain, sambung Endang, ada fatwa dari MA kepada Bawaslu terkait dengan sengketa proses pilkada. MA menyatakan bahwa KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota tidak dapat mengajukan permohonan sengketa TUN ke Pengadilan Tinggi TUN. Artinya, KPU tidak bisa melakukan upaya banding terhadap keputusan Bawaslu Provinsi dan Panwaslu Kabupaten/Kota. Dalam fatwanya MA juga menyatakan Bawaslu RI tidak dapat menyelesaikan penyelesaian sengketa yang ada di Bawaslu Provinsi atau Panwaslu Kabupaten/Kota.

"Jadi banding itu hanya di PTTUN," katanya.

Fatwa MA juga menyebutkan bahwa ketentuan Pasal 144 ayat (1) UU Pilkada harus diinterpretasi secara menyeluruh terkait dengan keseluruhan pasal pada bagian ketiga tentang sengketa antar peserta pemilihan dan sengketa  antara peserta dengan penyelenggara pemilihan. Dengan demikian, keputusan Bawaslu Provinsi dan keputusan Panwas Kabupaten/Kota mengenai penyelesaian sengketa pemilihan merupakan keputusan terakhir dan mengikat.

"Artinya  keputusan a quo mempunyai nilai eksekutorial yaitu setara hukum wajib dilaksanakan oleh para pihak yang bersengketa," Endang menjelaskan.

Mantan Anggota Bawaslu Provinsi DIY ini menambahkan, Fatwa MA juga jelas menyampaikan bahwa hanya keputusan KPU yang merugikan pasangan calon yang dapat diajukan gugatan di PTTUN. "Artinya keputusan yang dikeluarkan olah Bawaslu tidak bisa menjadi objek PTTUN," ujarnya. Apabila nantinya terdapat pasangan calon yang mendaftar ke KPU namun tidak ditetapkan sebagai peserta pemilihan, mereka bisa mengajukan sengketa ke Bawaslu Provinsi atau Panwaslu Kabupaten/Kota sesuai lingkup pemilihannya.

"Dari empat poin ini saya mengingatkan, jika surat KPU ke MA terpenuhi, berarti yang menjadi objek sengketa TUN hanya pencalonan saja. Sebaliknya, sengketa yang bersifat final dan mengikat tentu bertambah objeknya. Nah, ini yang saya katakan bahwa kita harus benar-benar serius," tandasnya.

Karena itu, Endang meminta agar kompetensi atau kapasitas penyelesaian sengketa dari Bawaslu Provinsi dan Panwaslu Kabupaten/Kota ditingkatkan. Menurutnya hal itu penting dilakukan agar kewenangan itu dapat dijalankan dengan baik.

Penulis: Muhtar
Editor: Haryo

Share

Informasi Publik

 

Regulasi

 

Pendaftaran Pemantau

 

Forum

 

SIGAPLapor

 

 

Whistleblowing System

 

Helpdesk Keuangan

 

SIPS

 

SAKIP

 

Sipeka Bawaslu

 

SIPP Bawaslu

 

Simpeg Bawaslu

Si Jari Hubal Bawaslu

 

 

 

 

Video Bawaslu

newSIPS 2019
newSIPS 2019

Mars Bawaslu

Mars Pengawas PEMILU +text
Mars Pengawas PEMILU +text

Zona Integritas Bawaslu