• English
  • Bahasa Indonesia

Pilpres 2019, Kodifikasi UU Pemilu Wajib Dilakukan

JAKARTA, Badan Pengawas Pemilu - Pelaksanaan pemilu di Indonesia dinilai mempunyai kebiasaan yang tidak baik, yakni peraturan UU Pemilu yang selalu berganti menjelang pemilu dilaksanakan. Aturan UU Pemilu itu juga terpisah-pisah yang menimbulkan kerancuan, saling bertabrakan, multitafsir, dan duplikasi. 

Padahal, salah satu ciri suatu peraturan UU yang baik adalah bisa dipakai dalam waktu yang lama dan tidak hanya segmentasi periodisasi saja. "Kodifikasi undang-undang pemilu merupakan suatau keniscayaan dan perlu segera direalisasikan untuk pelaksanaan pemilu Indonesia yang lebih baik, lebih demokratis, dan lebih efisien," kata Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini di Jakarta, Minggu (30/11).

Menurut Titi, kodifikasi UU Pemilu itu beralasan dengan merujuk pada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 14/PUU-XI/2013 yang mensyaratkan pelaksanaan pemilu 2019 dilaksanakan secara serentak. Dalam hal ini, pemilu legislatif dan pemilu presiden/wakil presiden dilaksanakan secara bersamaan (pemilu lima kotak).

Atas dasar itu, Perludem mendesak DPR dan pemerintah segera mewujudkan kodifikasi UU Pemilu, karena pada awal tahun 2017 tahapan untuk pemilu 2019 akan dimulai. "Oleh karena itu, awal 2017, produk kodifikasi UU Pemilu harus sudah selesai," ujarnya.

Titi berharap, dalam pembentukan kodifikasi UU Pemilu, DPR dan pemerintah perlu memperhatikan sinkronisasi dan harmonisasi semua ketentuan yang akan mengatur pelaksanaan pemilu 2019. "Itu memang perlu diperhatikan sungguh-sungguh supaya tidak menimbulkan kerancuan, tidak multitafsir, dan lain sebagainya," katanya.

Pakar Hukum Tata Negara Universitas Andalas, Padang, Saldi Isra mengatakan, maksud dan tujuan kodisikasi UU Pemilu ini agar semua tata aturan tentang pemilu dibukukan dalam satu kitab UU Pemilu. Menurut dia, wacana kodifikasi UU Pemilu sudah digulirkan sejak lama sebagaimana tren yang berlaku di banyak negara di dunia. 

"Jadi, tidak terpisah antara undang-undang pemilu legislatif, pemilu presiden, agar pemilu yang dilaksanakan itu baik untuk memilih anggota legislatif maupun memilih presiden dan wakil presiden bisa memiliki standar yang sama dalam banyak hal, itu yang paling penting," ujar Saldi.

Menurut dia, jika semua UU Pemilu dikodifikasi, maka DPR akan menyusun dalam suasana yang sama. Berbeda dengan kondisi hari ini dimana penyusunan UU Pilpres, Pileg, dan Kepala Daerah disusun secara terpisah dalam suasana yang berbeda pula. Akibatnya, lahir suasana politik yang membedakan hal-hal yang seharusnya sama.

"Kalau kita punya kodifikasi, pasti disiapkan dengan sangat matang, memerlukan waktu yang lama, dan diharapkan kodifikasi itu bisa berlaku untuk jangka waktu yang sangat lama," katanya.

Dengan adanya kodifikasi UU Pemilu, kata Saldi, seorang calon angota legislatif atau presiden dan wakil presiden mempunyai waktu yang cukup lama untuk mempersiapkan diri. "Itu pentinya, karena ada kepastian. Kalau sekarang, orang masih ragu-ragu untuk maju di pemilu 2019, apakah masih menggunakan proporsional terbuka dan sebagainya. Jadi, orang akan relatif sulit mempersiapkan dirinya dalam waktu yang relatif panjang," ujarnya.

Hal senada disampaikan oleh Bawaslu RI. Pimpinan Bawaslu, Daniel Zuchron mengapresiasi jika ada upaya penyatuan (kodifikasi) UU Pemilu Presiden, Pemilu Legislatif, dan Pemilu Kepala Daerah menjadi satu-kesatuan. Dengan adanya kodifikasi tersebut, maka menurutnya, akan mempermudah Bawaslu dalam menyusun strategi pengawasan Pemilu ke depan. 

"Kodiifikasi itu gagasan baik dan kita dukung, karena menyangkut perbaikan kepemiluan kedepan," kata Komisioner Bawaslu RI Daniel Zuchron di Jakarta, Jumat (5/12).

Dengan kodifikasi itu, kata Daniel, semua persoalan teknis kepemiluan dapat dikelompokan dengan mudah. Dengan terpisahnya UU Pemilu (Pilpres, Pileg, dan Pilkada) seperti selama ini secara teknis dinilai menyulitkan penyelenggara pemilu, dalam hal ini Bawaslu. 

"Jadi, banyak hal yang dapat kita pilah. Mana aspek-aspek kepemiluan yang bisa diketahui semua orang dan mana hal-hal yang tidak bisa dijangkau. Poinnya, dengan adanya pengelompokan ini, penanganan isu-isu dokumen pemilu akan lebih mudah," ujarnya.

Untuk itu, Daniel berharap pembahasan kodifikasi UU Pemilu ini kelak melibatkan penyelenggara pemilu yakni KPU dan Bawaslu. Hal ini mengingat KPU dan Bawaslu merupakan pelaksana dan lebih memahami persoalan teknis di lapangan. 

"Jadi, kodifikasi ini sangat membantu kerja-kerja pemilu. Kalau soal sistem pengawasan nanti akan mengikuti apa yang akan diawasi sesuai dengan perubahan mekanismenya," katanya.

Penulis           : hn

Editor             : Falcao Silaban

Share

Informasi Publik

 

Regulasi

 

Pendaftaran Pemantau

 

Forum

 

SIGAPLapor

 

 

Whistleblowing System

 

Helpdesk Keuangan

 

SIPS

 

SAKIP

 

Sipeka Bawaslu

 

SIPP Bawaslu

 

Simpeg Bawaslu

Si Jari Hubal Bawaslu

 

 

 

 

Video Bawaslu

newSIPS 2019
newSIPS 2019

Mars Bawaslu

Mars Pengawas PEMILU +text
Mars Pengawas PEMILU +text

Zona Integritas Bawaslu