Ponorogo, Badan Pengawas Pemilu – Pimpinan Bawaslu RI, Nasrullah mengungkapkan bahwa sikap oportunis, pragmatis, dan transaksional dari partai politik dalam melakukan proses seleksi calon kepala daerah ditingkat internal, berpotensi menelurkan calon dengan kualitas, intelektualitas, dan moralitas yang rendah. Dalam proses rekrutmen elit tingkatan lokal tersebut sangat rentan terjadinya praktik politik uang.
Nasrullah menyampaikan hal tersebut saat hadir sebagai pembicara dalam Seminar Nasional bertema "Evaluasi Pilkada Serentak 2015: Membangun Kesadaran Politik dan Komunikasi Partisipatoris Menuju Tata Kelola Pemerintahan", yang diselenggarakan oleh Universitas Muhammadiyah Ponorogo, di Ponorogo, Jawa Timur, Sabtu (9/4).
Ia mencontohkan, sebagaimana yang terjadi di Kota Manado pada perhelatan Pilkada Serentak 2015 lalu. Partai politik yang melakukan proses seleksi internal untuk calon kepala daerah, meloloskan calon dengan status bebas bersyarat dalam kasus korupsi. Hal serupa juga yang terjadi di Kabupaten Ogan Ilir, dimana kepala daerah terpilih tersangkut kasus narkoba.
“Persoalan ini sangat esensi dimana membuat nilai kepercayaan publik terhadap pemilu semakin menurun. Pemilu semakin miskin nilai, instan dan bahkan cenderung berorientasi pada oportunis, pragmatis, dan transaksional," ungkap Nasrullah.
Menurutnya, praktik politik uang bisa diatasi jika ada komitmen pemerintah dan DPR untuk menghasilkan sebuah produk undang-undang yang mampu menghilangkan praktik politik uang. Upaya kedua adalah melalui pendekatan pada wilayah etika. Ia menjabarkan bahwa sampai saat ini hanya penyelenggara pemilu saja yang memiliki lembaga yang menjaga nilai kehormatan lembaga penyelenggara pemilu. Karena itu Bawaslu RI, menurut Nasrullah, mendorong DKPP diperkuat otoritasnya tidak hanya menjaga kehormatan para penyelenggara, akan tetapi juga peserta pemilunya.
“Jadi harus ada niatan yang baik dari pembuat undang-undang agar mau penegakan hukumnya itu diperkuat. Jika ia salah, bisa di-kode etik-kan dan bisa didiskualifikasi, termasuk dalam proses pencalonan setelah terbukti menggunakan politik uang," paparnya.
Selain masalah kandidat yang diusung partai politik, Koordinator Divisi Sosialisasi, Humas dan Hubungan Antar Lembaga Bawaslu RI ini juga menilai sulitnya calon perseorangan untuk maju sebagai kandidat. Dimana, banyak calon tidak mampu memenuhi persyaratan sebagaimana yang diatur dalam undang-undang, serta juga karena memang calon perseorangan ini kurang mengakar di masyarakat.
“Mestinya kalau ia (calon perseorangan) mau maju, pastikan bahwa masyarakat ditingkat akar rumput ini yang mendorong, semuanya harus bergerak dari bawah. Sehingga calon tidak memaksakan dirinya," pungkasnya.
Penulis: M.Zain.T
Editor: Haryo Sudrajat