Depok, Badan Pengawas Pemilu - Sumber penanganan pelanggaran berasal dari temuan dan laporan pelanggaran yang dilakukan oleh para pasangan calon. Setiap laporan dan temuan dugaan pelanggaran yang ditangani akan dilakukan klarifikasi dan kajian oleh Pengawas Pemilu.
Hal tersebut dikatakan oleh Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum Republik Indonesia (Bawaslu RI) Muhammad saat menjadi narasumber pada kegiatan Workshop dengan mengusung tema ‘pengawalan dan pengamanan perolehan suara serta mekanisme penyelesaian kecurangan dan sengketa pemilihan kepala daerah (Pilkada)’ yang diselenggarakan oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia, di The Margo Hotel, Depok, Senin (18/4).
Namun demikian, lanjut Muhammad, pengawas Pemilu mempunyai kelemahan dalam penanganan pelanggaran karena tidak adanya upaya paksa dalam proses klarifikasi dan mengumpulkan bukti seperti layaknya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Muhammad menambahkan, dalam Pilkada ada kendala regulasi dalam penindakan tindak pidana Pemilu. Bawaslu bersama Kepolisian dan Kejaksaan dalam wadah sentra penegakan hukum terpadu (Gakkumdu) juga mempunyai segudang permasalahan dan kelemahan dalam menindak tindak pidana Pemilu.
Selain itu Pria Asal Makassar tersebut menyinggung kurang tegasnya pihak kepolisian dalam menangani kasus pidana dalam Pilkada. Ia mengatakan dalam Pilkada serentak 2015 kemarin, ada kejadian disalahsatu daerah dimana Panwaslu ditampar oleh Calon Bupati dan kemudian setelah dilantik calon Bupati tersebut ternyata kasusnya sudah dibicarakan.
“Atas kasus ini pihak Bawaslu sudah berkoordinasi dengan Kapolri untuk ditindaklanjuti, namun sampai sekarang entah gimana kelanjutannya”pungkas Muhammad.
Selain itu, Muhammad juga menjabarkan hierarki kelembagaan Pengawas Pemilu. Kedudukan paling tinggi yakni Bawaslu (RI), kemudian Bawaslu Provinsi, Panwaslu Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan, Pengawas Pemilu Lapangan dan Pengawas TPS. Untuk kedudukan Bawaslu dan Bawaslu Provinsi bersifat permanen dan selebihnya Ad Hoc.
Menurutnya, dengan adanya pengawas di TPS telah terjadi kemajuan dalam Undang-Undang Pilkada sekarang. Keberadaan Pengawas TPS ini adalah kebutuhan primer, di mana potensi pelanggaran dan premanisme sangat kuat di level TPS. Pengawas TPS juga bisa dikatakan sebagai garda terdepan dalam mengawasi pelaksanaan Pilkada, karena mereka (pengawas TPS) langsung merasakan gejolak yang terjadi di lapangan, imbuhnya.
Dalam melakukan pengawasan Pemilu/Pilkada, lanjut dia, Bawaslu selalu mengedepankan upaya pencegahan, dan salah satunya menjalin koordinasi dengan lembaga lembaga terkait.
Sealin itu, Pada pungut hitung Pilkada, pelanggaran yang terjadi tidak jauh berbeda dengan Pemilihan Legislatif, seperti keterlibatan Aparatur Sipil Negara (ASN), praktik politik uang, dan sebagainya.
Namun dari sekian banyaknya pelanggaran, ada pelanggaran baru yang terkemuka yaitu ‘serangan fajar’. Bahkan sekarang sistemnya pasca bayar. Jadi 1 minggu sebelumnya mendatangi kantong suara. Di kasih dulu 50.000 dan kemudian memotret pilihan dan ditunjukkan lalu mendapatkan uang sebesar Rp. 50.000.
“Dengan adanya fenomena ini mengharuskan KPU mengeluarkan tata tertib melarang para pemilih penggunakan HP ketika berada di TPS berdasarkan rekomendasi Bawaslu,’’jelasnya.
Penulis: Irwan
Editor : Ali Imron