• English
  • Bahasa Indonesia

Mencari Arah Penyempurnaan Sistem Pemilu

Jakarta, Badan Pengawas Pemilu – Menjadi idaman bagi bangsa Indonesia yakni sistem pemerintahan yang demokratis dan kekuasaan sepenuhnya ada ditangan rakyat. Artinya, suara rakyatlah yang menentukan pemimpinnya untuk masa depan. Selain itu, Pemilu adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang dilaksanakan secara umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar tahun 1945. Pengawasan Pemilu merupakan suatu bagian yang tidak terpisahkan dalam penyelenggaraan Pemilu demi terciptanya Pemilu yang jujur dan adil.

Dalam kesempatan diskusi publik tentang rekomendasi perbaikan penyelenggaraan Pemilu yang diselenggarakan oleh Pusat Studi Hukum Publik, di Hotel Red Top, Jalan Pecenongan, Jakarta Pusat, Senin (25/8/2014). Ketua Bawaslu Muhammad menyampaikan bahwa untuk menunjukkan bahwa proses Pemilihan Umum itu berlangsung secara demokratis paling tidak bisa dilihat dari tiga aspek, yaitu pertama adalah aspek Pemilih, masyarakat ketika datang ke TPS tidak dalam tekanan apapun, tanpa intimidasi dan merasa nyaman. Yang kedua lanjutnya, adalah peserta Pemilu, baik Caleg, Parpol maupun Capres dan Cawapres, apakah sudah mengikuti peraturan yang ada. Yang ketiga adalah regulasi yang sudah memberikan penguatan terhadap upaya terwujudnya Pemilu yang demokratis.

Muhammad melanjutkan dalam diskusi ini, agar nantinya Bawaslu punya fungsi yang lebih jelas dalam menjalankan tugasnya.

"Ke depan, bukan Bawaslu ingin hak menyidik diberikan, paling tidak ketika laporan masuk, Bawaslu diberi kewenangan untuk menyidik," tandasnya.

Dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu, semua laporan terkait pelanggaran Pemilu apakah administrasi, pidana atau etik itu masuk ke Pengawas Pemilu, setelah dikaji maka Bawaslu memberikan rekomendasi. Harapannya, untuk memperbaiki penyelenggaraan Pemilu adalah adanya satu Lembaga Peradilan Pemilu yang mengatur tentang regulasi Pemilu,

Disampaikan dalam diskusi yang sama, Didik Supriyanto, Ketua Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), bahwa perlunya menghidupkan kembali gagasan kodifikasi undang-undang Pemilu. Penyatuan undang-undang Pemilu tidak hanya dapat menghilangkan tumpang tindih dan kontradiksi pengaturan, tetapi juga dapat memudahkan standarisasi pengaturan sehingga terhadap substansi yang sama dalam Pemilu Legislatif, Pilpres dan Pilkada, pengaturannya pun juga sama.

"Enam undang-undang pemilu yang ada hingga saat ini terdapat kekosongan hukum dan tumpang tindih dalam pemilu," ujar Didik.

Undang-Undang itu, lanjut Didik adalah Undang-Undang Nomor 32 tahun 20004 tentang Pemilihan Kepala Daerah, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menjadi Undang-undang.

Serta Undang-Undang Nomor 12 tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemda. Dan UU no 42 tahun 2008 tentang Pilpres, Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Pemilu dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilu anggota DPR, DPD dan DPRD.

 

Penulis           : Wisnu Broto

Editor             : Falcao Silaban

Share

Informasi Publik

 

Regulasi

 

Pendaftaran Pemantau

 

Forum

 

SIGAPLapor

 

 

Whistleblowing System

 

Helpdesk Keuangan

 

SIPS

 

SAKIP

 

Sipeka Bawaslu

 

SIPP Bawaslu

 

Simpeg Bawaslu

Si Jari Hubal Bawaslu

 

 

 

 

Video Bawaslu

newSIPS 2019
newSIPS 2019

Mars Bawaslu

Mars Pengawas PEMILU +text
Mars Pengawas PEMILU +text

Zona Integritas Bawaslu