• English
  • Bahasa Indonesia

KPU di Sejumlah Daerah Tak Transparan

Magelang, Badan Pengawas Pemilu - Pimpinan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Republik Indonesia, Nasrullah mengungkapkan baiknya relasi antar penyelenggara pemilu ditingkat pusat yang salah satu indikatornya adalah transparansi Komisi Pemilihan Umum (KPU), tidak seluruhnya terlihat di daerah. Sejumlah KPU di daerah dilaporkan tidak mengedepankan aspek transparansi dalam proses penyelenggaraan pemilihan kepala daerah 2015.

"Betulkah wilayah transparansi ini pada tataran penyelenggara pemilu sudah berjalan?. Masih ada penyelenggara yang sulit dapat akses di KPU," kata Nasrullah saat menjadi narasumber dalam Rapat Koordinasi dengan Mitra Kerja dalam Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota di Jawa Tengah Tahun 2015 di Magelang, Jateng, Selasa (3/11).

Kegiatan Rakor dengan Mitra Kerja yang diselenggarakan oleh Bawaslu Provinsi Jateng ini menghadirkan sekitar 200 orang peserta yang berasal dari Magelang, Wonosobo, Purworejo, dan Kebumen. Hadir pula dalam kesempatan tersebut Anggota Bawaslu Provinsi Jateng Teguh Purnomo dan Juhana, Kepala Sekretariat, serta pejabat struktural dan staf Bawaslu Provinsi Jateng. Peserta Rakor sendiri terdiri atas unsur Panitia Pengawas Kabupaten/Kota, Panitia Pengawas tingkat Kecamatan, jajaran KPU, Satuan Polisi Pamong Praja, Pemerintahan Daerah, kepolisian, TNI, Kejaksaan, LSM, ormas, dan parpol.

Ia menjelaskan jangankan masyarakat, pengawas pemilu yang oleh undang-undang dimandatkan mengawasi seluruh tahapan pemilihan, kerap kesulitan untuk mengakses data dari KPU. Menurutnya, penyelenggara pemilu yang tidak transparan menyalahi aturan dan masih menganut pola lama. "Transparan ini harus dikedepankan sekarang, karena makin transparan makin bisa dipertanggungjawabkan proses dan hasilnya," tandasnya.

Nasrullah mencontohkan perihal ketidaktransparanan itu dalam penyusunan daftar pemilih di Gowa, Sulawesi Selatan. Jumlah Daftar Pemilih Tetap (DPT) di Gowa yang hampir 500 ribu pemilih pada Pemilihan Legislatif 2009, melonjak menjadi 550 ribu pemilih atau ada peningkatan sebanyak 10 persen pada Pemilihan Bupati yang digelar setahun sesudahnya. Ketika Pemilihan Gubernur Sulsel digelar pada 2013, angkanya turun 10 ribu pemilih, kemudian turun kembali menjadi 501 ribu pemilih pada Pemilu Legislatif 2014. Saat ini, sambung Nasrullah, dalam DPT Pilbup Gowa 2015, angkanya kembali melonjak menjadi 556 ribu pemilih. "Ini aneh. Pemilihnya melonjak di tahun-tahun pilkada," katanya. 

Terkait dengan persoalan DPT, Nasrullah memaparkan sejumlah hal yang perlu jadi perhatian pengawas serta tim kampanye. Pertama apabila ada nama, Nomor Induk Kependudukan (NIK), tanggal lahir, maupun alamat yang sama. Kemudian, jika ada pemilih memiliki NIK dibawah 16 digit, tidak memiliki NIK, hanya memiliki Nomor Kartu Keluarga (NKK) maupun pemilih yang hanya mengandalkan syarat domisili. "Pastikan, benar atau tidak ada orangnya dengan turun langsung," kata dia.

Sesuai Prosedur Pada kesempatan tersebut Nasrullah juga menyinggung soal kerap terjadinya kecurangan dalam perhitungan dan rekapitulasi suara. Hal yang baru dalam Pilkada 2015 mendatang adalah keberadaan pengawas yang akan ditempatkan di seluruh TPS (Pengawas TPS). Menurutnya Pengawas TPS harus mampu menjalankan setidaknya dua hal. Pertama, adalah memastikan seluruh prosedur dalam pemungutan dan penghitungan suara telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Kedua, Pengawas TPS harus mampu menjamin tidak ada perbedaan hasil antara angka di perhitungan suara dengan yang ada di Berita Acara (BA) dengan melakukan validasi.

"Angka yang ada di plano harus sama dengan di berita acara. Sekarang tidak boleh lagi ada perbedaan hasil antara di TPS dengan PPK," tandasnya.

Sementara itu dalam sambutannya, Teguh Purnomo mengungkapkan bahwa dinamika pilkada belakangan ini luar biasa. Diceritakan di Kabupaten Pemalang seluruh PNS yang ditugaskan di Panwas Pemalang, ditarik oleh pemda pasca ditertibkannya alat peraga kampanye (APK) petahana, di Pekalongan bahkan ada panwas yang mendapat "bogem mentah", dan di Boyolali terdapat sedikit kericuhan saat kampanye debat dengan adanya pelemparan, perusakan rumah dan posko.

"Kami sengaja mengundang pemangku kepentingan, karena forum seperti ini bisa digunakan untuk problem solver. Permasalahan yang ada di daerah, dibuatkan kanal sesuai aturan-aturan yang ada," kata Teguh.

 

Penulis: Haryo Sudrajat

Foto: Humas Bawaslu Jateng

Share

Informasi Publik

 

Regulasi

 

Pendaftaran Pemantau

 

Forum

 

SIGAPLapor

 

 

Whistleblowing System

 

Helpdesk Keuangan

 

SIPS

 

SAKIP

 

Sipeka Bawaslu

 

SIPP Bawaslu

 

Simpeg Bawaslu

Si Jari Hubal Bawaslu

 

 

 

 

Video Bawaslu

newSIPS 2019
newSIPS 2019

Mars Bawaslu

Mars Pengawas PEMILU +text
Mars Pengawas PEMILU +text

Zona Integritas Bawaslu