• English
  • Bahasa Indonesia

Komisi II DPR RI: Praktik Politik Uang, Tantangan Baru Bawaslu

Pimpinan Bawaslu RI Nasrullah dan Anggota Komisi II DPR RI Haerudin saat menjadi narasumber pada kegiatan Sosialisasi Tatap Muka kepada Stakeholders dan Masyarakat dalam rangka persiapan pengawasan Pemilihan Kepala Daerah 2017, di City Hotel Tasikmalaya, Jawa Barat, Rabu (29/6).

Tasikmalaya, Badan Pengawas Pemilu – Revisi kedua Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota yang didalamnya telah memberi kewenangan lebih kepada Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) merupakan langkah yang tepat.

Perubahan tersebut dilakukan supaya proses penyempurnaan  dalam undang-undang Pilkada tercapai sesuai harapan kita bersama, dan menghasilkan proses pemilihan berjalan baik dan menampilkan pemimpin daerah yang bersih. Demikian diutarakan Anggota Komisi II DPR RI Haerudin saat menjadi narasumber pada kegiatan Sosialisasi Tatap Muka kepada Stakeholders dan Masyarakat dalam rangka persiapan pengawasan Pemilihan Kepala Daerah 2017, di City Hotel Tasikmalaya, Jawa Barat, Rabu (29/6).

“Penguatan kewenangan lebih yang diberikan Komisi II DPR RI kepada Bawaslu mungkin suatu keberkahan untuk menjadikan Pilkada di Indonesia berjalan lebih baik lagi.”lanjut Anggota DPR dari fraksi PAN tersebut.

Bawaslu, kata dia, dengan penguatan kewenangan tersebut tentu berbeda dengan Bawaslu pada Pilkada 2015 lalu. Dulu Bawaslu hanya bisa melaporkan jika terjadi pelanggaran politik uang, tapi sekarang sudah bisa menyelidiki dan mengeksekusi pasangan calon yang terbukti melakukan money politic.

Ia menambahkan bahwa praktik money politik yang telah terstruktur, sistematis dan masif yang dulu sangat susah untuk dibuktikan dan dijerat secara hukum. Namun pada Pilkada ke depan menjadi tuntutan dan tantangan bagi Bawaslu untuk menindak pelanggaran yang telah dianggap sebagai kejahatan dalam Pemilu/Pilkada tersebut.

Politik uang yang dilakukan pasangan calon, selain menciderai sebuah kepercayaan masyarakat tapi juga telah menciderai dirinya sendiri. Uang sebesar 50 ribu sampai 100 ribu rupiah atau hanya sekedar mie instan yang pasangan calon berikan kepada pemilih, menurutnya telah mengabaikan kemaslahatan masyarakat selaku pemilih.

Anggota Komisi II DPR RI asal Garut ini juga mengajak seluruh masyarakat Indonesia dan Tasikmalaya khususnya untuk bersama-sama mencegah money politic karena ada resiko besar yang akan dihadapi ke depannya.

Sebetulnya lanjut dia, musuh berat kita adalah prilaku politik yang ingin menang dengan cara mudah, yang ingin menang tidak dengan cara yang cerdas, yang ingin menang dengan cara membodohi masyarakat kita sendiri. Dan tantangan terberat kita ke depan bagaimana mengawal proses Pilkada berjalan dengan baik, bersih, jujur, dan adil tanpa adanya praktik politik uang.

Haerudin juga menegaskan bahwa orang yang layak, pantas, dan punya kapasitas menjadi pemimpin namun tidak terpilih karena tidak memiliki uang yang memadai, dan itu sebuah kenyataan. Ke depan kita harus menampilkan sebuah panggung politik yang memiliki kesempatan sama dan tidak semata-mata karena uang.

Kondisi yang terjadi pada Pilkada di Indonesia berbagai macam. Musuh yang telah ada di depan mata namun kita sendiripun susah untuk melawannya. Kita tahu keberadaannya tapi kita susah untuk menangkapnya. Kita hafal betul namun kita susah mencegahnya. Jadi lanjut Haerudin, peran Bawaslu akan segera diuji setelah diberikan kewenangan untuk mendiskualifikasi pasangan calon yang terbukti melakukan praktik politik uang.

Penulis/Foto: Irwan

Editor: Ali Imron

Share

Informasi Publik

 

Regulasi

 

Pendaftaran Pemantau

 

Forum

 

SIGAPLapor

 

 

Whistleblowing System

 

Helpdesk Keuangan

 

SIPS

 

SAKIP

 

Sipeka Bawaslu

 

SIPP Bawaslu

 

Simpeg Bawaslu

Si Jari Hubal Bawaslu

 

 

 

 

Video Bawaslu

newSIPS 2019
newSIPS 2019

Mars Bawaslu

Mars Pengawas PEMILU +text
Mars Pengawas PEMILU +text

Zona Integritas Bawaslu