• English
  • Bahasa Indonesia

Bawaslu Optimis Strategi Pengawasan Melalui Pencegahan Tepat Sasaran

Jakarta, Badan Pengawas Pemilu - Pimpinan Bawaslu Daniel Zuchron meyakini dan optimis bahwa srategi pengawasan yang dilakukan oleh jajaran Bawaslu melalui cara pencegahan dalam mengantisipasi pelanggaran penyelenggaraan Pemiliha Kepala Daerah (Pilkada) serentak yang sedang berjalan sudah tepat sasaran. Keyakinan tersebut berdasarkan cukup kondusifnya lalu lintas dan aktifitas pencegahan yang dilakukan pengawas hingga saat ini.
 
"Data yang kami kumpulkan dari daerah adalah data yang kami kumpukan secara administrasi masih dalam keadaan kondusif," kata Daniel saat diskusi publik di Gedung Bawaslu, Kamis (5/11).
 
Daniel mengatakan, berbagai kegiatan pencegahan secara dini telah dilakukan Bawaslu untuk mengawal penyelenggaraan pilkada serentak tahun 2015. Misalnya melalui kegiatan sosialisasi dengan melibatkan beberapa pihak terkait dan seluruh pemangku kepentingan serta melibatkan masyarakat sebagai pemilih. Tak hanya itu, pasangan calon sebagai peserta pilkada juga diikutkan aktif dalam upaya pencegahan pelanggaran tersebut.
 
"Pengawasan dan pemantauan selama aktifitas pilkada yang juga melibatkan pasangan calon dibuktikan dengan beberapa contoh di daerah yang sudah melakukan sesuai prosedur," ujarnya.
 
Daniel mencontohkan upaya yang dilakukan Bawaslu di Mojokerto. Menurutnya, ada dugaan terjadi penekanan kepada jajaran pengawas pemilu terkait persoalan naskah hibah perjanjian daerah (NPHD).
 
"Memang soal Mojokerto terkait soal NPHD. Masalah ini sudah menjadi fokus kami, untuk itu kami akan mengkonfirmasi lebih lanjut terkait persoalan tersebut," kata dia.
 
Pada diskusi yang sama, Ketua Founding Fathers House (FFH), Dian Permata menyatakan berdasarkan hasil survey yang diadakan oleh FFH yang dilakukan pada tanggal 12 hingga 29 Oktober 2015 di Mojokerto terkait money politic (politik uang) ada beberapa temuan. Di antaranya, masih ada indikasi pasangan calon peserta pilkada serentak yang melakukan praktik politik uang. Hal ini diindikasikan dengan banyaknya masyarakat yang menerima uang saat kampanye atau terlibat dalam politik uang. Survei FFH menunjukkan angkanya mencapai 60 persen. 
 
"Kami mengambil sample di Mojokerto misalnya. Di Mojokerto, 68,4 persen responden masih menerima dana kampanye dan 33,5 persen juga mengatakan bahwa rezeki tidak boleh ditolak," jelas Dian.
 
Dian menilai politik uang merupakan  salah satu bentuk pelanggaran dalam proses penyelenggaraan pilkada yang dampaknya membahayakan demokrasi di Indonesia. Sayangnya, lanjut dia, praktik politik uang sudah dianggap sebagai kebiasaan yang senantiasa dilakukan pasangan calon kepada masyarakat.
 
"Apabila sudah berbicara uang masyarakat sudah tahu seperti ini realitasnya namun tetap terlibat di dalamnya. Ini bisa berakibat membahayakan demokrasi," ungkapnya.
 
Menanggapi semakin parahnya politik uang tersebut, Dian menyarankan Bawaslu untuk tidak lengah. Menurutnya pengawasan yang dilakukan Bawaslu harus lebih ketat. Apa lagi tahapan kampanye hingga pemungutan suara terbilang semakin singkat.
 
"Mengingat jadwal pilkada serentak tinggal satu bulan lagi. Bawaslu diharapkan menggunakan srategi pencegahan terkait politik uang tersebut," ujarnya.
 
 
 
Penulis : Hendru Wijaya
Foto : Muhtar
Editor : Ira Sasmita
Share

Informasi Publik

 

Regulasi

 

Pendaftaran Pemantau

 

Forum

 

SIGAPLapor

 

 

Whistleblowing System

 

Helpdesk Keuangan

 

SIPS

 

SAKIP

 

Sipeka Bawaslu

 

SIPP Bawaslu

 

Simpeg Bawaslu

Si Jari Hubal Bawaslu

 

 

 

 

Video Bawaslu

newSIPS 2019
newSIPS 2019

Mars Bawaslu

Mars Pengawas PEMILU +text
Mars Pengawas PEMILU +text

Zona Integritas Bawaslu