• English
  • Bahasa Indonesia

Rayakan Natal, Fritz Jabarkan Tantangan Pilkada Serentak 2020

Anggota Bawaslu Fritz Edward Siregar (kiri) saat mengikuti perayaan Natal yang digelar kalangan pengacara yang berlangsung di Jakarta, Kamis (19/12/2019) malam/Foto: Rama Agusta

Jakarta, Badan Pengawas Pemilihan Umum - Menghadiri peringatan Natal, Anggota Bawaslu Fritz Edward Siregar meyakini pelaksanaan Pilkada Serentak 2020 berlangsung secara demokratis. Meski begitu, dia menjabarkan potensi tantangan yang dihadapi untuk mengawasi pilkada tahun depan.

Guna memastikan pelaksanaan Pilkada Serentak 2020 berlangsung secara demokratis ungkap Fritz, Bawaslu memiliki fokus yang akan dilakukannya.

Fritz menjabarkan, fokus yang dimaksud, untuk pelaksanaan Pilkada Serentak 2020, Bawaslu sedang menyusun Indeks Kerawanan Pemilihan dan juga telah memetakan beberapa bentuk pelanggaran pemilihan yang potensial terjadi, yaitu netralitas ASN (aparatur sipil negara), politik uang, dan kampanye berbau hoaks dan SARA.

"Tiga itu tersebut masih menjadi ancaman dalam proses demokrasi menjelang dan pada saat kampanye Pilkada, yang rentan menimbulkan konflik dan perpecahan dalam masyarakat," ujar Fritz saat menjadi narasumber di acara Natal bertema "Together We Are Manifesting Our 2020 Mission" yang berlangsung di Jakarta, Kamis (20/12/2019).

Dia menjelaskan, netralitas ASN selalu menjadi salah satu isu dan pemberitaan yang banyak mendapat sorotan publik terutama menjelang pilkada. Data Bawaslu 2019, terdapat 1.096 kasus pelanggaran netralitas ASN, TNI dan Polri. "227 kasus di antaranya adalah pelanggaran netralitas yang dilakukan oleh ASN," tunjuk dia.

"Tidak netralnya ASN dalam menjalankan tugasnya sebagai pelayan publik dapat menyebabkan terjadinya keberpihakan politis, ketidakadilan dalam pembuatan kebijakan pemerintahan, dan pembangunan yang pada akhirnya akan menimbulkan kerugian bagi masyarakat luas," katanya.

Selain itu, tantangan yang dihadapi Bawaslu di tahun 2020 adalah melaksanakan tugas pengawasan terhadap penyelenggaraan pilkada yang akan berlangsung di 270 daerah.

Saat ini tambahnya, Bawaslu diperhadapkan dengan kritikan masyarakat berkenaan dengan soal legal standing Bawaslu Kabupaten/kota mengawas pelaksanaan penyelenggaraan pilkada sebagai akibat adanya ambiguitas norma UU.

Fritz menjelaskan, dalam UU 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota atau biasa disebut UU Pilkada menyebutkan Panitia Pengawas (Panwas) Kabupaten/Kota adalah lembaga yang mengawasi penyelenggaraan pilkada. "Sementara saat ini eksistensi Panwas Kabupaten/Kota telah tiada sejak lahirnya UU 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Panwas Kabupaten/Kota telah mengalami metamorfosis menjadi Bawaslu Kabupaten/Kota yang permanen," urai dia.

"Untuk mengantisipasi hal tersebut, beberapa pihak telah melakukan berbagai langkah antara lain dengan mengajukan judicial review ke MK (Mahkamah Konstitusi) meminta memaknai Panwas Kabupaten/Kota yang disebut dalam UU Nomor 10 Tahun 2016 sebagai Bawaslu Kabupaten/Kota yang dibentuk berdasarkan UU Nomor 7 Tahun 2017," pungkasnya.

Editor: Ranap THS

Share

Informasi Publik

 

Regulasi

 

Pendaftaran Pemantau

 

Forum

 

SIGAPLapor

 

 

Whistleblowing System

 

Helpdesk Keuangan

 

SIPS

 

SAKIP

 

Sipeka Bawaslu

 

SIPP Bawaslu

 

Simpeg Bawaslu

Si Jari Hubal Bawaslu

 

 

 

 

Agenda Bawaslu

Video Bawaslu

newSIPS 2019
newSIPS 2019

Mars Bawaslu

Mars Pengawas PEMILU +text
Mars Pengawas PEMILU +text

Zona Integritas Bawaslu