Jakarta, Badan Pengawas Pemilu– Pimpinan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Nasrullah menegaskan tidak mentoleransi adanya tindak kekerasan apapun berlatar belakang pemilu. Salah satu caranya ialah memberikan rekomendasi kepada pihak terkait untuk mencegah atau mengambil tindakan terhadap tindakan kekerasan baik sebelum atau pasca pemilu dilaksanakan.
“Kami sudah memberikan rekomendasi kepada banyak pihak termasuk aparat penegak hukum, jika ada kekerasan yang terjadi jelang pemilu,” ujar Nasrullah, saat menerima Komisi Untuk Orang Hilang dan Kekerasan (Kontras), di Jakarta, Rabu (2/4).
Namun, tambah Nasrullah, persoalan keamanan dan stabilitas politik pada pelaksanaan pemilu tidak bisa sepenuhnya menjadi tanggung jawab dari penyelenggara pemilu. Untuk itu perlu melibatkan berbagai pemangku kepentingan (stakeholders) dalam pemilu, untuk menjaga situasi yang kondusif jelang atau sesudah pemilu.
Di berbagai pagelaran pemilu, terutama dalam rangka pencegahan konflik horizontal yang terjadi antara peserta pemilu maupun masyarakat, Bawaslu sudah mengambil langkah strategis dengan berkomunikasi dengan tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh adat, peserta pemilu, dan aparat penegak hukum serta melakukan sosialisasi secara massif tentang pentingnya pemilu dalam menjaga integritas bangsa.
Kedatangan Kontras ke Bawaslu untuk melaporkan banyaknya tindakan kekerasan jelang pemilu di Aceh. Kekerasan di Aceh banyak melibatkan oknum-oknum caleg dari sebuah partai tertentu, yang hingga kini masih dalam penyidikan pihak kepolisian. Kekerasan tersebut telah menimbulkan korban jiwa dan kondisi yang tidak kondusif jelang Pemilu.
“Kekerasan yang terjadi berbentuk, pembunuhan, penganiayaan, intimidasi dan penculikkan. Kekerasan juga menimpa masyarakat sipil, mulai dari rakyat, jurnalis, dan pegawai pemerintahan, serta anak berusia 1,5 tahun. Tetapi hingga kini belum ada pencegahan yang efektif baik yang dilakukan oleh aparat keamanan, maupun dari partai politik itu sendiri,” ujar Anto Divisi Pemantauan Kontras.
Berdasarkan pemantauan Kontras ada sekitar 48 kasus kekerasan menjelang pemilu dari Januari hingga Maret 2014 yang terus meningkat grafiknya. Hanya ada 6 kasus yang berhasil diungkap oleh pihak Kepolisian. Pelaku dan korban hampir semuanya melibatkan caleg, kader dan simpatisan beberapa partai politik peserta pemilu. Hampir semua kekerasan yang terjadi, dipicu oleh pengerusakan terhadap posko, atribut, maupun alat peraga parpol. Oleh karena itu, Kontras meminta Bawaslu mendiskualifikasi caleg-caleg ataupun partai politik yang melakukan tindakan kekerasan tersebut.
Penulis/editor : falcao silaban