Jakarta, Bawaslu – Gugus tugas (task force) Bawaslu-KPU-KPI menegaskan, partai politik (parpol) yang tertib dalam berkampanye merupakan parpol yang visioner, dan layak diperhitungkan dalam Pemilu 2014. Sedangkan, parpol yang mencari-cari celah untuk melanggar ketentuan tentang kampanye Pemilu bisa dinyatakan sebaliknya.
Beberapa minggu terakhir ini, sejumlah parpol sudah menayangkan iklan politik di berbagai media massa lokal maupun nasional. Iklan politik tersebut sudah mirip dengan kampanye melalui media massa cetak dan elektronik, padahal parpol belum diperbolehkan melakukan kampanye melalui media massa. Karena itu, task force Bawaslu-KPU-KPI mengambil langkah tegas dan menyatakan larangan untuk berkampanye dalam bentuk apapun di media massa.
Ferry mengakui, waktu yang diperbolehkan bagi parpol untuk berkampanye di media massa menurut Undang Undang Pemilu dan Peraturan KPU adalah 21 hari sebelum masa tenang, tepatnya tanggal 16 Maret 2014 hingga 5 Maret 2014 mendatang.
“Kami menghimbau kepada parpol untuk mentaati peraturan, dan cooling down dari penayangan iklan politik dan bentuk iklan lainnya yang mirip kampanye di media massa sebelum waktunya,” ujar Komisioner KPU, Ferry Kurnia Rizkiyansyah, menyimpulkan hasil pertemuan task force, di Jakarta, belum lama ini.
Menurut Ferry, langkah ini diambil setelah task force Bawaslu-KPU-KPI menemukan maraknya tayangan iklan parpol di media massa cetak dan elektronik. Anehnya, parpol yang bersangkutan membantah, dan menilai bahwa iklan tersebut bukan merupakan bentuk kampanye karena tidak terdapat unsur ajakan di dalamnya.
Sebelumnya, Bawaslu sudah merekomendasikan beberapa partai politik yang diduga melanggar Undang Undang Pemilu dan Peraturan KPU terkait dengan Pedoman Kampanye. Dalam rekomendasinya, bawaslu menyatakan beberapa di antara partai politik tersebut melakukan pelanggaran pidana Pemilu, di antaranya Partai Golkar, Gerindra, dan Partai PAN.
Anggota task force yang lain, Wakil Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Iddy Muzayyad mengatakan, masih ada masalah dalam penertiban iklan kampanye di media massa elektronik, dan ada persepsi yang perlu diluruskan. Ketika kepolisian mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) terhadap rekomendasi Bawaslu, maka hal tersebut bukan berarti parpol yang bersangkutan tidak melanggar.
“Kalau ada SP3, itu hanya merupakan perbedaan persepsi yang terjadi antara Bawaslu dan Kepolisian saja. Jika penyelenggara pemilu (Bawaslu, red) sudah menetapkan bahwa itu pelanggaran, maka sebenarnya hal itu sudah jelas pelanggaran, tinggal diteruskan atau tidak oleh kepolisian,” tuturnya.
Sementara itu, Komisioner Bawaslu, Daniel Zuchron mengungkapkan, Bawaslu dan Kepolisian sudah meningkatkan konsolidasi terkait penanganan pelanggaran pidana dalam Pemilu. “Kita harus bergerak cepat. Karena itu, ketidaksepahaman dalam menangani proses pidana Pemilu harus segera diselesaikan,” ungkapnya. *** (hms/fs/sap)