Bengkulu, Badan Pengawas Pemilu - Praktek pengawasan embrionya sudah ada di pesantren. Hal itu diungkapkan oleh pimpinan Bawaslu Mochammad Afifuddin saat menyampaikan materi pengawasan pemilu pada kegiatan Sosialisasi Pengawasan Partisipatif dengan Santri se-Kota Bengkulu di Pondok Pesantren Hidayatullah Bengkulu, Jumat (19/1/2018). Kegiatan sosialisasi yang digagas Panwaslu Kota Bengkulu ini dihadiri oleh kurang lebih 600 orang santri dari delapan pondok pesantren se-Kota Bengkulu.
Dalam sejarah pengawasan pemilu, menurut Afif kegiatan sosialisasi di hadapan santri inilah yang pertama kali diadakan oleh jajaran Bawaslu. Dalam tradisi pesantren yang menggunakan dua bahasa, Arab dan Inggris, dikenal istilah Jasus (mata-mata). Jasus ini akan mencatat nama-nama santri yang melakukan pelanggaran bahasa dengan tidak menggunakan bahasa yang telah ditentukan. Ini senada dengan apa yang dilakukan oleh pengawas pemilu. Pengawas atau pemantau pemilu akan mencatat setiap pelanggaran pemilu yang terjadi di masyarakat dan melaporkannya atau menindaklanjuti laporan dugaan pelanggaran tersebut.
Semangat pengawasan pemilu ini merupakan semangat untuk menjaga kebaikan bersama. Sebab, terjadinya pelanggaran pemilu bisa mencederai integritas pemilu itu sendiri. Afif menyampaikan kaidah di dunia pesantren yang seirama dengan semangat ini, yaitu saling menolonglah dalam kebaikan dan jangan saling menolong dalam dosa dan permusuhan. Kaidah lain yang disampaikan Afif adalah perintah terhadap sesuatu merupakan perintah untuk fasilitasinya. Jika pemilu bertujuan untuk mencari pemimpin yang jujur dan adil, maka proses pemilhan juga harus dilakukan dengan jujur dan adil. Adanya pengawasan pemilu bertujuan untuk menciptakan kondisi ini dalam setiap proses pemilihan.
Hadir juga dalam kegiatan sosialisasi ini Ketua Bawaslu Provinsi Bengkulu, Parsadaan Harahap, anggota Bawaslu Provinsi Bengkulu, Patimah Siregar, dan para Pengawas Pemilu Lapangan se-Kota Bengkulu.
Penulis/Foto : M Agus Saifuddin