Jakarta, Badan Pengawas Pemilihan Umum - Anggota Bawaslu Mochamad Afifuddin mengatakan, setidaknya ada empat rintangan dalam pengawasan Pilkada Serentak Tahun 2020. Menurutnya, masalah yang dihadapi Bawaslu tingkat provinsi dan kabupaten/kota dalam melakukan pembahasan dana hibah dengan pemerintah daerah (pemda), antara lain permasalahan administrasi, peraturan perundang-undangan, ketersediaan anggaran daerah, dan lain sebagainya.
"Inilah masalah yang dihadapi oleh pengawas pemilu untuk mendapatkan anggaran daerah," katanya di Senayan, Jakarta, Selasa (22/10/2019).
Koordinator Divisi Pengawasan dan Sosialisasi Bawaslu ini menuturkan, permasalahan administrasi untuk penganggaran pengawasan pilkada ada dua masalah dari pemerintah daerah (Pemda). Pertama, pemda menunggu surat persetujuan bupati/wali kota. Kedua, pemda menunggu waktu yang tepat melakukan penandatanganan Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD).
Untuk permasalahan regulasi, Afif mnenerangkan, ada tiga persoalan penghambat penandatangan NPHD. Pertama, pemda masih menunggu Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) yang menegaskan dan menjelaskan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 2019. Kedua, pemda menghendaki pencantuman standar pembiayaan pengawasan menggunakan standar biaya masing-masih daerah lantaran berasal dari APBD, bukan APBN.
"Ketiga, pemda menunggu keputusan KPU dalam menetapkan jumlah TPS di masing-masing provinsi dan kabupaten/kota," ujarnya saat menjadi narasumber Rapat Kerja dengan Komite I Dewan Perwakilan Daerah (DPD) yang membahas Persiapan Pelaksanaan Pilkada.
Kemudian, Mantan Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) ini menjelaskan, masalah lain terkait ketersediaan anggaran pemda. Afif menyatakan, ada daerah yang mengalokasikan anggaran pengawasan tak sesuai dengan usulan yang diajukan Bawaslu tingkat provinsi dan kabupaten/kota. Alasan Pemda, yakni kemampuan anggaran atau pendapatan daerah yang berbeda-beda.
"Selain itu, pemda meminta Bawaslu (tingkat) provinsi dan kabupaten/kota untuk merasionalisasikan kembali usulan anggaran pengawasan pemilihan tahun 2020," terangnya kepada anggota DPD RI yang baru dilantik awal bulan ini.
Selain itu, masalah lain yang menurut Afif menghambat penandatangan NPHD misalnya pemda yang sudah memberikan anggaran kegiatan pengawasan pemilihan tahun 2020, namun tanpa melakukan pembahasan dengan Bawaslu tingkat kabupaten/kota. Ada juga alasan lain, yaitu menunggu pelantikan anggota DPRD periode 2019-2024. "Anggaran yang diberikan dimaksud dibawah usulan anggaran dari Bawaslu kabupaten/kota," terangnya.
Pengajar di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta ini memaparkan, data terbaru NPHD kepada Komite I DPD. Hingga 20 Oktober 2019 pukul 20.00 WIB, jelasnya, terdapat 59 daerah yang belum melakukan penandatanganan NPHD dan masih dalam proses pembahasan dengan pemda.
"Dari sembilan provinsi yang menyelenggarakan pemilihan gubernur tahun 2020, terdapat empat daerah yang belum melakukan penandatanganan NPHD, yakni Provinsi Sumatra Barat, Jambi, Sulawesi Tengah, dan Kalimantan Tengah," tuturnya.
"Dari 261 kabupaten/kota yang menyelenggarakan pemilihan bupati dan wali Kota tahun 2020, terdapat 55 daerah yang belum melakuan penandatanganan NPHD," tambah Afif.
Editor: Ranap THS