• English
  • Bahasa Indonesia

Saldi Isra : Biaya Pilkada Serentak Lebih Mahal

Jakarta, Badan Pengawas Pemilu - Masih segar dalam ingatan kita, betapa tingginya dinamika pembahasan sistem pemilihan kepala daerah yang puncaknya terjadi saat pengesahan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota.

 

Dalam Undang-Undang tersebut diatur, kepala daerah kembali dipilih DPRD setelah satu dasawarsa dipilih secara langsung. Salah satu alasan DPR melakukan perubahan sistem adalah untuk menghemat anggaran. Sebab, dengan tidak melakukan pemilihan secara langsung akan dapat menghemat anggaran sekitar Rp. 50-70 triliun, kata Dosen Universitas Andalas Padang Saldi Isra, di Jakarta, Selasa (25/8).

 

Sementara itu, kelompok masyarakat sipil sejak awal pembahasan RUU Pilkada secara tegas menolak perubahan sistem pemilihan kepala daerah. Sebab, lanjut dia, penghematan anggaran tidak dapat dijadikan alasan menegasikan kedaulatan rakyat di daerah.

 

“Lebih jauh, guna menghemat anggaran pemilihan kepala daerah sesungguhnya dapat dilakukan dengan menyelenggarakan pemilihan kepala daerah secara serentak, bukan dengan mengubah sistem pemilihan,’’ tambahnya.

 

Perlawanan terhadap perubahan sistem pemilihan kepala daerah yang telah diadopsi ke dalam Undang-Undang No. 22 Tahun 2014 terus berakumulasi menjadi kekuatan signifikan yang berhasil memaksa pemerintah mengevaluasi kembali perubahan dimaksud.

 

Ujungnya kata dia, pada tanggal 2 Oktober 2014, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menandatangani Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 1 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota yang pada pokoknya mengubah kembali sistem pemilihan kepala daerah menjadi pemilihan secara langsung.

 

‘’Keputusan tersebut diiringi dengan mengadopsi gagasan pemilihan kepala daerah serentak di seluruh wilayah Indonesia guna mengatasi masalah efisiensi anggaran. Dengan pemilihan secara serentak, diyakini anggaran Pilkada dapat dihemat hingga lebih separuh dari kebutuhan Pilkada yang dilaksanakan dalam rentang waktu 2004 hingga 2014,’’ paparnya.

 

Dalam perjalanannya ia menegaskan kembali, efisiensi Pilkada ternyata kembali digugat. Sebab, anggaran penyelenggaraan Pilkada serentak tahun 2015 yang diajukan KPU justru lebih besar dibanding Pilkada-Pilkada terdahulu. Sebelumnya, pada tingkat Kabu-paten/Kota satu putaran Pilkada menghabiskan anggaran antara Rp. 5-28 milyar. Pada tingkat Provinsi, Pilkada membutuhkan dana sebanyak Rp. 60-78 milyar.

 

‘’Jika diakumulasi biaya Pilkada di 269 daerah, anggaran yang dibutuhkan mencapai Rp. 5 triliun. Setelah desain Pilkada diubah menjadi serentak, anggaran justru naik hingga Rp. 6,745 triliun,’’ tambahnya.

 

Dalam hal ini kata dia, Mendagri mengkritik Pilkada serentak lebih mahal apabila dibanding Pilkada tidak serentak. Dalam konteks itu, ihwal efisiensi anggaran Pilkada serentak sesungguhnya masih dipersoalkan.

 

‘’Belum lagi soal-soal yang berkenaan dengan efektifitas pemilihan kepala daerah. Di mana, agenda mendorong efisiensi anggaran cenderung dihadap-hadapkan dengan keinginan agar sistem pengisian jabatan kepala daerah dilakukan secara efektif,’’ tegasnya.

 

Saldi melanjutkan, bagaimanapun sistem yang dipilih harus mampu melahirkan kepala daerah dengan tingkat legitimasi yang kuat sekaligus memiliki kepemimpinan politik yang kokoh. Pada saat yang sama, sistem pemilihan yang diadopsi juga mesti mampu menghadirkan pemerintahan daerah yang efektif.

 

Hadirnya Pilkada yang efektif dan efisien tentunya menjadi harapan semua pihak. Hanya saja, efektifitas dan efisiensi Pilkada harus diletakkan secara sebangun agar kedaulatan pemilih tidak tereduksi hanya karena alasan teknis.

 

‘’UU Pilkada dengan konsep Pilkada serentak sesungguhnya memiliki semangat yang cukup baik dalam rangka mengefisienkan anggaran, namun sejumlah kelemahan yang terdapat di dalamnya justru jadi perangkap yang dapat menyeret Pilkada serentak berjalan tidak efisien. Oleh karena itu, agar Pilkada serentak betul-betul hadir dengan desain yang efisien, celah hukum yang ada haruslah diperbaiki sebelum Pilkada serentak nasional 2027 betul-betul direalisasikan,’’ tutupnya.

 

Penulis : Irwan

Editor   : Ali Imron

 

Share

Informasi Publik

 

Regulasi

 

Pendaftaran Pemantau

 

Forum

 

SIGAPLapor

 

 

Whistleblowing System

 

Helpdesk Keuangan

 

SIPS

 

SAKIP

 

Sipeka Bawaslu

 

SIPP Bawaslu

 

Simpeg Bawaslu

Si Jari Hubal Bawaslu

 

 

 

 

Video Bawaslu

newSIPS 2019
newSIPS 2019

Mars Bawaslu

Mars Pengawas PEMILU +text
Mars Pengawas PEMILU +text

Zona Integritas Bawaslu