Jakarta, Badan Pengawas Pemilu – Pemungutan suara pemilihan kepala daerah akan dilaksanakan secara serentak pada 9 desember 2015 di 269 daerah yang terdiri dari 9 Provinsi, 224 Kabupaten dan 36 Kota. Sebagaimana dalam rangkaian Pemilu dan Pilkada sebelumnya, Polri bertanggungjawab terhadap pengamanan dalam pelaksanaannya, agar Pilkada berjalan dengan tertib, aman dan lancar. Hal ini sesuai dengan tugas pokok Polri yang diamanatkan dalam undang-undang No. 2 tahun 2002 , kata Komjenpol Putut Eko Bayuseno yang mewakili Kapolri saat memaparkan materi pada rapat dengar pendapat (RDP) di Gedung DPR RI, Kamis, (25/6) sore.
Tiga strategi dan langkah-langkah Polri dalam rangka pengamanan pilkada 2015, pertama kata Putut, menjaga dan memelihara situasi keamanan, ketertiban nasional agar tetap kondusif sejak tahapan persiapan, tahapan pemungutan dan tahapan konsolidasi guna menjamin keamanan bagi masyarakat, penyelenggara Pemilu dalam hal ini KPU dan Bawaslu, dan peserta Pilkada itu sendiri.
Kedua, melakukan pengamanan dan pengawalan terhadap setiap tahapan pemilu, sehingga mampu mengantisipasi dan mengeliminir potensi gangguan atau ancaman yang muncul pada Pilkada nanti.
Dan yang ketiga melakukan penegakan hukum terhadap pelanggaran, tindak pidana Pemilu dan pidana lainnya sebagaimana yang telah di atur dalam undang-undang yang berlaku.
Putut menambahkan, berdasarkan deteksi intelegen dan perkembangan situasi keamanan di lapangan, Polri telah melakukan inventarisasi permasalahan yang dapat terjadi sebelum, pada saat, ataupun sesudah pelaksanaan Pilkada.
Selain itu kata dia, Polri juga telah memprediksi beberapa potensi kerawanan yang diduga akan terjadi pada masing- masing tahapan Pilkada, sejak tahapan pencetakan logistik, distribusi logistik, hingga pada tahapan pelantikan/pengambilan sumpah kepala daerah yang terpilih.
‘’potensi kerawanan yang muncul dapat bersifat biasa, namun juga dapat berakibat terganggunya stabilitas keamanan dalam negeri apabila tidak dilakukan langkah-langkah antisipasi sedini mungkin,’’ujarnya.
Masih kata Putut, setiap permasalahan yang muncul pada tahapan Pilkada, pada akhirnya dapat pula memengaruhi hasil Pilkada tersebut. Munculnya berbagai pelanggaran atau permasalahan pada saat pengumuman hasil Pilkada, tidak menutup kemungkinan dapat dijadikan sebagai alat oleh pihak-pihak tertentu untuk mempermasalahkan keabsahan pilkada yang telah dilaksanakan.
‘’Kondisi ini yang berpotensi menjadi alat untuk mendelegitimasi suatu Pilkada. Apabila delegitimasi tersebut bersifat masif, maka potensi kerawanan dapat terjadi dalam bentuk yang sangat luas. Ketidakpercayaan masyarakat terhadap hasil Pilkada dikhawatirkan dapat mengganggu aktivitas pemerintah daerah, karena pemerintah daerah yang terpilih dianggap lahir dari sebuah proses yang cacat,’’ pungkasnya.
Penulis : Irwan
Editor : Ali Imron