• English
  • Bahasa Indonesia

Pilkada Semakin Demokratis Tapi Partisipasi Cenderung Menurun

Padang, Badan Pengawas Pemilu - Sejak era reformasi pelaksanaan pelaksanaan Pemilu/Pemilihan Kepala Daerah sudah semakin demokratis. Hal ini ditandai dengan semakin transparannya proses (predictable process) dan hasilnya tidak bisa diprediksi (unpredictable result).

"Kita sudah tahu apa hasil pada Pemilu di jaman orde baru, dengan proses yang tidak transparan. Beda dengan sekarang, dimana pemilu/pilkada tidak bisa diprediksi hasilnya," kata Ketua Bawaslu Muhammad,  dalam Rakor Pemprov Sumatera Barat untuk Mendukung Pilkada Serentak di tanah Minang, Senin (9/11).

Namun, dari pelaksanaan pemilu ke pemilu, partisipasi masyarakat cenderung menurun. Bisa jadi ini merupakan bentuk apatisme masyarakat terhadap pemilu, yang dinilai tidak memberikan perubahan yang signifikan bagi kesehjateraan mereka.

Sementara itu, Ketua Ombudsman RI Danang Girindrawardana mengatakan bahwa menurunnya partisipasi masyarakat dalam pilkada bisa jadi akibat ekses dari pelayanan publik yang dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah (Pemda) tidak kunjung membaik. Padahal, Pilkada selalu menggelontorkan dana dalam jumlah yang besar.

"Pelayanan publik di Indonesia tidak membaik dalam 4 tahun terakhir. Mungkin ini ada korelasinya dengan Pilkada. Apapun yang dilakukan dalam konteks pilkada apabila tidak memberikan peningkatan kualitas pelayanan publik maka masyarakat akan menilai Pilkada percuma saja," katanya.

Walau begitu, pilkada langsung dan serentak pada tahun 2015 ini, merupakan hasil dari perjuangan berbagai elemen yang menilai bahwa suara masyarakat harus direpresentasikan lewat pencoblosan langsung. Oleh karena itu, diharapkan  pilkada ini dapat memberikan dampak positif untuk masyarakat itu sendiri.

Lebih lanjut, Muhammad menambahkan, ada yang sedikit mengganggu pada Pilkada kali ini, dimana ada kelemahan dalam hal regulasi yang dibuat pada rezim pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono lewat Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu). Kelemahan-kelemahan itu, hendaknya disikapi secara bijaksana, baik oleh penyelenggara pemilihan maupun peserta pilkada.

Muhammad juga mengajak seluruh elemen untuk menyikapi kelemahan UU Pilkada secara bijak. Ia tidak ingin kelemahan ini, justru dimanfaatkan oleh pihak tertentu untuk kepentingannya.

"Politik uang merupakan salah satu contoh nyata lemahnya UU ini. Bagaimana mungkin sebuah pelanggaran yang menciderai demokrasi ternyata tidak ada sanksinya dalam UU ini," kata Muhammad menyayangkan.

Menurutnya, UU seharusnya tidak membiarkan kelemahan-kelemahan yang mendasar tidak diatur, karena ada potensi setiap paslon akan memanfaatkannya. Tetapi nasi sudah menjadi bubur, dan yang harus diyakini adalah setiap paslon maupun penyelenggara menjunjung tinggi regulasi dan juga etika dalam berpolitik dalam Pilkada.

"Saya harap ada partisipasi semua elemen. Kalo hanya penyelenggara, saya yakin tidak akan bisa. Ini tanggung jawab bersama. Partisipasi diutamakan untuk mencegah adanya pelanggaran yang mungkin muncul," tambahnya.

 

Penulis/Foto              : Falcao Silaban

Share

Informasi Publik

 

Regulasi

 

Pendaftaran Pemantau

 

Forum

 

SIGAPLapor

 

 

Whistleblowing System

 

Helpdesk Keuangan

 

SIPS

 

SAKIP

 

Sipeka Bawaslu

 

SIPP Bawaslu

 

Simpeg Bawaslu

Si Jari Hubal Bawaslu

 

 

 

 

Video Bawaslu

newSIPS 2019
newSIPS 2019

Mars Bawaslu

Mars Pengawas PEMILU +text
Mars Pengawas PEMILU +text

Zona Integritas Bawaslu