• English
  • Bahasa Indonesia

Perlunya Aturan Tegas Cegah Politik Transaksional

Jakarta, Badan Pengawas Pemilu – Undang-Undang Pilkada mengatur tentang larangan bagi semua pihak untuk memberikan imbalan dalam bentuk apapun dalam proses pencalonan. Hal ini dilakukan agar pencalonan kepala daerah tidak didasarkan pada transaksi politik namun proses kaderisasi kepemimpinan yang baik. Kata Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Andalas Padang, Prof Saldi Isra saat menjadi pembicara pada seminar  nasional dengan tema ‘kesiapan pilkada serentak 2015 sebagai barometer menuju Pilkada serentak nasional’ yang diselenggarakan oleh Kemenko Polkhukam, di Pan Pasific Jakarta, Senin (30/11).

“Begitu juga dalam proses pilkada, pengaturan secara ketat tentang politik uang juga dilakukan. Bahkan untuk menjaga agar kompetisi lebih adil diatur batasan belanja kampanye. Tujuannya tidak lain untuk menjaga integritas penyelenggaraan pilkada,” lanjutnya.

Akan tetapi kata dia, permasalahan transaksional dalam pilkada masih terjadi dengan munculnya banyak kasus pemberian mahar politik, kasus politik uang dan ke depan yang menghawatirkan adalah jual beli suara saat rekapitulasi hasil pilkada. Permasalahan ini terjadi karena ada kelemahan dalam regulasinya.

Peraturan yang ada tidak cukup operasional untuk penanganan kasus mahar politik. Bahkan, ketentuan pidana untuk kasus politik uang juga tidak ada sehingga sulit untuk digunakan dalam menjerat pelaku.

“Oleh karena itu ke depan perlu penataan kembali pengaturan soal politik transaksional, selain penguatan pengawasannya,” tegas Saldi.

Selain itu Saldi mengatakan, undang-undang pilkada telah menghendaki agar pilkada diikuti oleh minimal dua pasangan calon. Hal ini diperlukan agar ada alternatif pilihan bagi pemilih untuk menentukan kepala daerah dan wakil kepala daerahnya. Namun pilkada 2015 memberikan pelajaran bahwa telah muncul adanya calon tunggal.

Atas kondisi calon tunggal tersebut, Mahkamah Konstitusi telah memberikan ruang terbuka bagi calon tunggal dalam Pilkada. Putusan ini yang kemudian mendasari pelaksanaan Pilkada di 3 daerah dengan calon tunggal. Hanya saja, kata dia, ke depan putusan ini potensial dimanfaatkan sebagai satu strategi politik pemenangan pasangan calon.

“Potensi jual beli dukungan partai dan aksi borong dukungan hingga seratus persen suara, menjadikan pilkada tidak lagi kompetitif namun justru memunculkan monopoli politik. Sebab akan jauh lebih mudah untuk memenangkan pilkada dengan hanya satu pasangan calon dibanding memunculkan kandidat boneka/bayangan,” ungkapnya kembali.

Berdasarkan hal itu, maka ke depan perlu pengaturan dan evaluasi lebih mendalam terkait kehadiran calon tunggal. Perlu pengaturan pembatasan dukungan partai politik untuk menghindari monopoli terhadap proses pencalonan. Mekanisme pengawasan terhadap pilkada dengan calon tunggal dan mekanisme penyelenggaraan tentu akan berbeda. Oleh karena itu, penataan desainnya perlu dilakukan secara komprehensif

Selain itu ia juga menyinggung terkait tahapan kampanye dalam Pilkada 2015 yang berbeda dengan pemilu dan pilkada sebelumnya. Perbedaan mekanisme ini yang kemudian dirasa mempengaruhi informasi yang tersampaikan kepada masyarakat. Keramaian pilkada hampir tidak terasa karena jumlah iklan kampanye, pemasangan spanduk dan baliho tidak terlihat di publik.

Kekhawatiran mulai muncul terkait informasi tentang pelaksanaan pilkada yang dianggap tidak tersampaikan secara massif kepada pemilih. Berdasarkan kelemahan itu, potensi penurunan partisipasi masyarakat di pilkada cukup tinggi. Mengingat juga partisipasi pilkada di tahun sebelumnya juga menunjukkan penurunan partisipasi masyarakat.

 

Penulis          : Irwan

Editor             : Falcao Silaban

Share

Informasi Publik

 

Regulasi

 

Pendaftaran Pemantau

 

Forum

 

SIGAPLapor

 

 

Whistleblowing System

 

Helpdesk Keuangan

 

SIPS

 

SAKIP

 

Sipeka Bawaslu

 

SIPP Bawaslu

 

Simpeg Bawaslu

Si Jari Hubal Bawaslu

 

 

 

 

Video Bawaslu

newSIPS 2019
newSIPS 2019

Mars Bawaslu

Mars Pengawas PEMILU +text
Mars Pengawas PEMILU +text

Zona Integritas Bawaslu