• English
  • Bahasa Indonesia

Kunjungi Bawaslu, IFES Bahas Politik Uang dan Pemilu di Indonesia

Jakarta, Badan Pengawas Pemilu – Bawaslu RI menerima kunjungan International Foundation for Electoral Systems (IFES), Rabu (28/10). IFES menyambangi Thamrin 14 untuk membahas persoalan politik uang, pengelolaan keuangan partai politik dan kaitanya dengan pemilu di Indonesia.

Magnus Ohman, political finance adviser IFES yang mengomandani rombongan IFES ke Bawaslu mengatakan, dia baru saja merampungkan penulisan modul Building Resources in Democracy, Governance and Elections (BRIDGE) terkait keuangan politik. Modul tersebut berisi tentang kondisi keuangan politik di berbagai Negara seperti Afghanistan, Armenia, Republik Ceko, Mesir, Georgia, Indonesia, Jordan, Kuwait dan Lebanon. Dibahas juga kondisi keuangan politik di Liberia, Moldova, Nigeria, Filipina, Serbia, Sierra Leone, Ukraina dan Yemen.

Dari kajian dan penelitian yang telah dilakukannya tersebut, Magnus bermaksud melakukan diskusi lebih mendalam. Khususnya dengan Indonesia dan lembaga penyelenggara pemilu di Indonesia. Apa lagi, menurutnya Indonesia merupakan Negara berkembang yang telah memiliki payung hukum dengan usia cukup lama terkait keuangan politik.

“IFES juga ingin belajar dari pengalaman Indonesia tentang politik uang dan pengelolaan keuangan partai politik. Apalagi Indonesia sudah memiliki aturan yang jelas menyangkut keuangan politik dalam UU Pemilu,” kata Magnus.

Pada kesempatan tersebut, Magnus menanyakan pada pimpinan Bawaslu sejauh mana regulasi tentang keuangan politik diberlakukan di Indonesia. Selain itu, bagaimana Bawaslu sebagai lembaga Negara pengawas pemilu menghadapi fenomena politik uang dan pengelolaan keuangan yang berlaku dalam pemilu di Indonesia.

Pimpinan Bawaslu RI Nasrullah menyambut kunjungan IFES dengan memberikan penjelasan bagaimana selama ini persoalan politik uang terjadi pada pemilu di Indonesia. “Kalau soal politik uang ada persoalan di parpol. Kalau di Negara maju seperti Amerika ada lembaga khusus yang menangani soal politik uang, di sini kan belum,” ujarnya.

Partai politik sebagai peserta pemilu, lanjut Nasrullah, masih menerapkan politik pragmatis. Dimana dalam proses politik, uang menjadi salah satu instrument yang dipakai guna memuluskan langkah mendapatkan dukungan masyarakat dan kekuasaan.

Undang-Undang Pemilu, Nasrullah mengatakan, memang telah mengatur soal dana kampanye, larangan politik uang dan keuangan partai politik. Namun menurutnya aturan tersebut hanya berlaku di permukaan hanya sebatas formalitas. Lantaran penegakan hukum di Indonesia belum berjalan sebagaimana mestinya.

“Tantangan terbesar itu penegakan hukum dan niat baik dari pembuat Undang-Undang. Mereka (legislator) merupakan orang partai yang tidak mungkin membuat aturan yang akan merugikan partainya sendiri sehingga aturan yang ada masih abu-abu,” ungkap Nasrullah.

Padahal, menurut Nasrullah, dari upaya pelibatan masyarakat yang dilakukan Bawaslu melalui Gerakan Sejuta Relawan pada pemilu legislatif dan presiden 2014 lalu diketahui bahwa masyarakat menginginkan aturan yang lebih responsive. Kata Nasrullah, masyarakat sebenarnya menginginkan transparansi dan akuntabilitas dari partai politik dan peserta pemilu.

Di sisi lain, Nasrullah meneruskan, Bawaslu sebagai lembaga pengawas juga tersandera dengan terbatasnya kewenangan yang dimiliki. Sehingga pengawasan menyangkut politik uang belum bisa dilakukan dengan maksimal.

“Kami akui memang masih lemah menyangkut pengawasan keuangan politik. Tapi Bawaslu terus siasasi dengan pelibatan masyarakat melalui pengawasan partisipatif,” ujarnya.

Menanggapi penjelasan Nasrullah, Magnus mengatakan, apa yang terjadi di Indonesia sebenarnya juga terjadi di banyak Negara lain. Puluhan regulasi yang dibentuk ternyata tidak bisa menjadi solusi dalam mencegah sekaligus menekan praktik politik uang.

“Dunia penuh dengan aturan-aturan tentang keuangan politik namun tidak satupun yang bisa selesaikan masalah,” kata dia.

Namun khusus untuk Bawaslu sebagai bagian dari penyelenggara pemilu, Magnus menyarankan agar Bawaslu memastikan batasan hukum yang harus ditegakkan oleh penyelenggara pemilu. Bawaslu, ujarnya, harus mengintensifkan dialog dengan pemangku kepentingan lainnya yang terlibat dalam penyelenggaraan pemilu.

Magnus mengapresiasi langkah Bawaslu menggiatkan pengawasan partisipatif. Sebab, pelibatan masyarakat menurutnya merupakan kekuatan paling besar dalam melakukan sebuah perbaikan dalam penyelenggaraan pemilu.

 

Penulis : Ira Sasmita

Foto : Hamid Al Idrus

 

 

Share

Informasi Publik

 

Regulasi

 

Pendaftaran Pemantau

 

Forum

 

SIGAPLapor

 

 

Whistleblowing System

 

Helpdesk Keuangan

 

SIPS

 

SAKIP

 

Sipeka Bawaslu

 

SIPP Bawaslu

 

Simpeg Bawaslu

Si Jari Hubal Bawaslu

 

 

 

 

Video Bawaslu

newSIPS 2019
newSIPS 2019

Mars Bawaslu

Mars Pengawas PEMILU +text
Mars Pengawas PEMILU +text

Zona Integritas Bawaslu