• English
  • Bahasa Indonesia

Kajian Kepemiluan Bahas Penguatan Sistem dan Pengawasan Pemilu

Jakarta, Badan Pengawas Pemilu- Pemilu Indonesia terus mengalami perkembangan hingga saat ini. Berbagai perombakan regulasi dilakukan sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas penyelenggaraan Pemilu di Indonesia yang lebih baik. Namun berbagai perombakan regulasi ini dinilai Feri Amsari, Ahli Hukum Tata Negara dari Universitas Andalas, tidak memiliki konsistensi.

“Regulasi atau aturan hukum terkait Pemilu ini tidak konsisten karena dipengaruhi kekuatan politik yang tidak nyaman dengan sistem Pemilu yang konsisten, adanya dugaan bahwa para pembentuk undang-undang tidak terlalu memahami sistem Pemilu dan soal kepemiluan, dan peran pihak-pihak tertentu yang menghendaki sistem Pemilu selalu dalam fase trial dan error berkepanjangan,” jelas Feri dalam paparannya di Kajian Kepemiluan dengan tema Konstitusionalitas Sistem Pemilu dan Efektifitas Pemerintahan yang digelar Bawaslu RI, Senin (22/6).

Menurut Feri, aturan Pemilu harus mengedepankan tujuan dilaksanakannya Pemilu yang mempertimbangkan prinsip-prinsip demokrasi konstitusional yang diatur dalam UUD 1945. “Hal tersebut perlu didukung dengan cara menciptakan sistem Pemilu yang demokratis yang menguatkan sistem pemerintahan presidensiil yang efektif,” ujarnya.

Sementara, Rahmat Hollyson, peneliti di Sekretariat Jenderal DPD RI, menekankan perlunya memperkuat kewenangan Bawaslu untuk mewujudkan sistem Pemilu yang lebih baik.

“Apapun pilihan sistem Pemilu-nya, yang juga terpenting adalah bagaimana caranya Bawaslu mempunyai ‘palu’ dalam arti memiliki kewenangan yang lebih tegas. Karena jika diamati, Bawaslu sulit memberikan sanksi yang tegas ketika terjadi pelanggaran karena kewenangannya terbatas,” kata Hollyson.

Terkait hal tersebut, Hollyson juga menyinggung penyelenggaraan Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden yang dicanangkan serentak pada tahun 2019 akan mampu meminimalisasi politik transaksional. Selain itu juga meminimalisasi politisi kutu loncat yang tengah marak diperbincangkan menjadikan partai politik yang melakukan koalisi didasari pada kesamaan ideologi, visi, dan misi, bukan karena kepentingan, serta membuka kesempatan semakin banyak kontestan yang bersaing dalam Pilpres dengan kapasitas terbaik.

“Tentunya sistem Pemilu serentak ini juga mendorong ‘efek menarik kerah’ atau coattail effect, tidak mengenal ambang batas, dan menghemat anggaran negara,” ujar Rahmat.

Hal senada juga diungkapkan Tommy Legowo, Peneliti Senior Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi). Menurutnya, Pemilu serentak yang juga termasuk Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota (Pilkada) serentak juga merupakan solusi bagi sistem Pemilu Indonesia. Hanya saja menurutnya perlu memperbaiki berbagai aspek dan mengendalikan hambatan yang mungkin terjadi.

Pembicara lainnya dalam Kajian Kepemiluan ini yakni Cekli Setya Pratiwi yang merupakan Ahli Hukum dan HAM dari Universitas Muhammadiyah Malang dan Muhammad Mulyadi, peneliti dari Sekretariat DPR RI, serta Ahmad Irawan yang merupakan Tim Asistensi Bawaslu RI sebagai moderator.

 

Penulis: Pratiwi Eka Putri

Foto : Irwan

Editor : Falcao

Share

Informasi Publik

 

Regulasi

 

Pendaftaran Pemantau

 

Forum

 

SIGAPLapor

 

 

Whistleblowing System

 

Helpdesk Keuangan

 

SIPS

 

SAKIP

 

Sipeka Bawaslu

 

SIPP Bawaslu

 

Simpeg Bawaslu

Si Jari Hubal Bawaslu

 

 

 

 

Video Bawaslu

newSIPS 2019
newSIPS 2019

Mars Bawaslu

Mars Pengawas PEMILU +text
Mars Pengawas PEMILU +text

Zona Integritas Bawaslu