• English
  • Bahasa Indonesia

Dilema Netralitas PNS Masih Jadi Perdebatan

Kotawaringin Timur, Badan Pengawas Pemilu - Pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) kerap dimanfaatkan oleh segelintir orang dengan melibatkan pegawai negeri sipil (PNS). Walaupun dilarang oleh peraturan manapun, fenomena tersebut sulit dihilangkan dan bahkan cenderung semakin parah.

Isu itu membuat sejumlah pihak mengusulkan adanya peraturan yang melarang aparatur sipil negara (ASN) tidak memiliki hak pilih, sama seperti TNI/Polri. Karena, selama tidak diatur mengenai hak pilih, maka diyakini netralitas PNS akan tetap menjadi sumber masalah dalam Pilkada.

Pimpinan Bawaslu, Endang Wihdatiningtyas mengungkapkan bahwa banyaknya keterlibatan PNS yang terjadi dalam Pilkada, memang sulit dihindari. Peraturan-peraturan yang ada belum efektif mencegah pelanggaran tersebut terjadi.

"Saya sudah ke pelosok-pelosok daerah, dan hampir semuanya ditemukan masalah yang sama. Saran agar PNS dilarang dalam berpolitik juga banyak disampaikan oleh PNS, dan itu bisa menjadi pertimbangan," tutur Endang dalam Sosialisasi Tatap Muka Pengawasan Pemilu dalam rangka Pemilihan Kepala Daerah, di Kotawaringin Timur, Rabu (20/5).

Menurutnya, keterlibatan PNS tidak selalu membuahkan hasil yang manis. Bagi PNS yang pasangan calonnya kalah akan dimutasi atau dipindahkan ke tempat-tempat yang dianggap tidak sesuai. Sebagai contoh, pernah ada seorang Sekda dipindahkan sebagai staf di Kecamatan karena pasangan calon yang didukungnya kalah dalam Pilkada.  

"Seperti gambling (judi). Kalau calon yang didukung (PNS) menang, maka karirnya bisa melejit. Sebaliknya, PNS yang calonnya kalah, siap-siap menderita," tambah Endang.

Dia juga mendapat keluhan dari banyak PNS yang mengungkapkan netralitas sangat sulit diterapkan, karena apabila mereka tidak mendukung salah satu pasangan calon dalam Pilkada, maka karirnya sebagai PNS juga akan mandeg. Artinya, banyak dari mereka bersikap tidak netral karena “keterpaksaan”.

“Usul ini (larangan PNS memilih) akan kami bahas dan dipertimbangkan,” pungkasnya.

Dalam PP No 53 Tahun 2010, dijelaskan bahwa setiap Pegawai Negeri Sipil (PNS) harus menjaga netralitas dalam pemilu, seperti tidak boleh menjadi tim sukses, tim kampanye, atau hanya ucapan dukungan terhadap calon kepala daerah yang akan ikut dalam pemilihan kepala daerah.

Tak bisa dipungkiri, dukungan PNS dalam Pilkada dimanfaatkan sejumlah pihak karena berpotensi mendulang suara yang cukup besar. PNS dapat memanfaatkan kewenangan yang dimilikinya, untuk dapat “memobilisasi” dan mengintimidasi masyarakat untuk mendukung salah satu pasangan calon, walaupun tidak menjadi bagian dari tim kampanye pasangan calon kepala daerah.

Namun Endang juga mendengar ada beberapa calon kepala daerah yang justru ditawari oleh PNS untuk didukung dalam Pilkada. Sebagai imbalannya, maka PNS tersebut meminta jabatan yang strategis ketika calon tersebut menang.  

“Permasalahan ini harus dicari jalan keluarnya sesegera mungkin. Kami akan bahas di tingkat pusat, sehingga nantinya muncul kebijakan-kebijakan yang mencegah hal tersebut terjadi,” katanya.

 

Penulis : Falcao Silaban

Share

Informasi Publik

 

Regulasi

 

Pendaftaran Pemantau

 

Forum

 

SIGAPLapor

 

 

Whistleblowing System

 

Helpdesk Keuangan

 

SIPS

 

SAKIP

 

Sipeka Bawaslu

 

SIPP Bawaslu

 

Simpeg Bawaslu

Si Jari Hubal Bawaslu

 

 

 

 

Video Bawaslu

newSIPS 2019
newSIPS 2019

Mars Bawaslu

Mars Pengawas PEMILU +text
Mars Pengawas PEMILU +text

Zona Integritas Bawaslu