• English
  • Bahasa Indonesia

Bawaslu: KPU, Perketat Seleksi Lembaga Pemantau

Pimpinan Bawaalu Nasrullah

JAKARTA- Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) memperketat seleksi lembaga pemantau di daerah yang mengadakan pemilihan kepala daerah (pilkada) dengan calon tunggal. Bawaslu mengkhawatirkan lembaga pemantau bakal menjamur setelah Mahkamah Konstitusi (MK)
mengeluarkan peraturan memberikan hak kepada lembaga pemantau mengajukan gugatan pilkada di daerah calon tunggal.

"Lembaga pemantau harus benar-benar independen, berintegritas, dan telah teruji. Jangan sampai lembaga pemantau membawa kepentingan-kepentingan rivalitas dari calon tunggal tersebut," kata Pimpinan Bawaslu Nasrullah, di Jakarta, Senin (2/10).

Dia mengatakan, bagi Bawaslu, pengawasan di pilkada di daerah dengan calon tunggal, justru bakal lebih sulit. Sebab, tanpa persaingan, biasanya pengawas juga sulit mendapatkan informasi-informasi awal pelanggaran. Biasanya, tim sukses saling melaporkan sehingga memudahkan pengawas untuk mengecek informasi pelanggaran.

Nasrullah mengatakan, di daerah dengan calon tunggal, politik uang  bakal sulit diawasi. Pasangan calon tunggal bisa leluasa menyebar uang karena tidak ada kompetitor lain yang menandingi.

Menurutnya, di pilkada dengan calon tunggal, Bawaslu fokus mengawasi daftar pemilih. Selain itu, pengawas akan ketat memantau penggunaan fasilitas pemerintahan atau fasilitas publik untuk kepentingan calon tunggal.

Komisioner KPU Ferry Kurnia Rizkiansyah mengatakan, lembaga pemantau yang berhak menggugat ke Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai hasil pilkada di daerah calon tunggal adalah lembaga yang terakreditasi KPU daerah (KPUD). Ferry mengatakan, KPU bakal memperketat persyaratan pendaftaran lembaga pemantau pilkada. Hal ini untuk menghindari munculnya lembaga pemantau yang tidak independen dan hanya ingin mengganggu hasil pemilu. 

"Kami perketat persyaratan pemantau. Lembaga pemantau harus jelas pengalamannya," kata Ferry.

Menyangkut alat bukti bagi gugatan pilkada, menurut Ferry,  lembaga pemantau bisa menggunakan data-data yang dimiliki KPU, seperti hasil scan formulir c1 (data hasil pemilihan di TPS). Ia menyatakan, KPU belum berencana membuat peraturan memfasilitasi lembaga pemantau di daerah calon tunggal untuk dapat mengakses atau memiliki dokumen-dokumen primer pilkada. 

"Tentu nanti MK yang tahu bagaimana posisi alat bukti untuk gugatan. Kami tidak membuat peraturan baru," katanya.  

Seperti diketahui, MK mengeluarkan Peraturan MK (PMK) No 4/2015 tentang Pedoman Beracara dalam Perkara Perselisihan Hasil Pilkada dengan Calon Tunggal. Peraturan tersebut memberikan peluang kepada lembaga pemantau pilkada untuk langsung terlibat dalam proses perselisihan hasil suara.

PMK memperbolehkan pemantau pemilu untuk mengajukan gugatan hasil pilkada serentak pilkada calon tunggal dengan syarat bersertifikasi KPU, berbadan hukum Indonesia, bersifat independen, serta mengawal proses pilkada sejak awal.

Caretaker Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP), Jojo Rohi mengatakan, KPU mesti melihat sisi jadwal pendaftaran pemantau pemilu. Dalam PKPU No 2/2015 tentang Tahapan, Program, dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota menyebutkan, pendaftaran lembaga pemantauan dimulai 1 Mei-2 November 2015. 

"Minimnya jumlah pemantau di daerah dan dengan waktu yang mepet untuk pendaftaran pemantauan, perlu menjadi perhatian KPU," tutur Jojo.

Untuk itu, menurutnya, dibutuhkan perubahan terhadap PKPU No 5/2015 tentang Sosialisasi dan Partisipasi Masyarakat dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota terkait Hak Pemantau. Perubahan ini terkait dengan hak, syarat, dan tata cara gugatan lembaga pemantau yang mengajukan sengketa hasil suara.

Selain itu, KPU harus waspada  agar lembaga pemantau tidak dimanfaatkan untuk kepentingan politik praktis oleh pasangan kandidat atau tim sukses. KPU harus  mengantisipasi munculnya lembaga pemantau dadakan yang menjadi kepanjangan tangan kepentingan politik praktis/kandidat/tim sukses yang tidak independen di daerah. 

"Syarat akan adanya hasil pemantauan yang akurat dan valid menjadi tantangan tersendiri bagi pemantau lokal ketika melakukan gugatan atas hasil suara tersebut," katanya. 

Penulis: Kontributor Berita Bawaslu/VB
Editor: Deytri Aritonang

Share

Informasi Publik

 

Regulasi

 

Pendaftaran Pemantau

 

Forum

 

SIGAPLapor

 

 

Whistleblowing System

 

Helpdesk Keuangan

 

SIPS

 

SAKIP

 

Sipeka Bawaslu

 

SIPP Bawaslu

 

Simpeg Bawaslu

Si Jari Hubal Bawaslu

 

 

 

 

Video Bawaslu

newSIPS 2019
newSIPS 2019

Mars Bawaslu

Mars Pengawas PEMILU +text
Mars Pengawas PEMILU +text

Zona Integritas Bawaslu