• English
  • Bahasa Indonesia

Bawaslu Audiensi ke MK Bahas Penyelesaian Perselisihan Hasil Pilkada

Jakarta, Badan Pengawas Pemilu - Bawaslu RI yang dipimpin oleh Ketua Bawaslu Muhammad melakukan audiensi dengan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Arief Hidayat pada Rabu (12/8), di Ruang Delegasi MK. Dalam kesempatan itu, Muhammad menyampaikan maksud kedatangannya terkait persiapan pengawas Pemilu dalam persidangan sehubungan penyelenggaraan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah (Pilkada) yang berpotensi memunculkan perkara perselisihan hasil.

 

Dalam kesempatan itu, Muhammad meminta penjelasan mengenai isu krusial persiapan persidangan perselisihan hasil tahun 2015. Berdasarkan pengalaman dalam Pemilu atau Pemilu kepala daerah sebelumnya, peran dan posisi Panwas dalam PHPU berkembang dari perannya sebagai saksi yang melihat, mendengar, atau mengalami sendiri proses perhitungan suara yang diperselisihkan pada tahun 2008, menjadi pemberi keterangan terkait dengan permohonan yang diperiksa oleh MK pada tahun 2014. Dengan alasan itu, sambung Muhammad, Bawaslu memandang perlu untuk mengetahui bagaimana peran dan posisi jajaran Panwas dalam persidangan perselisihan hasil pemilihan tahun 2015.

 

Selain itu, Muhammad mengharapkan agar MK terus mengundang Bawaslu secara resmi dalam persidangan MK. Hal ini untuk menghindari adanya Panwaslu yang memberikan keterangan tanpa seizin Bawaslu dan berpihak pada salah satu pasangan. “Dalam Pilkada sebelumnya, MK selalu mengundang melalui Bawaslu RI, kami harapkan ini terus berlanjut, karena ada beberapa jajaran kami yang memberikan keterangan tanpa rekomendasi dari Bawaslu dan justru memihak pada kepentingan tertentu,” terangnya.

 

Menanggapi hal itu, Ketua MK Arief Hidayat yang didampingi Panitera MK Kasianur Sidauruk mengakui diantara pemilhan umum langsung apakah itu Pemilu legislatif, Pemilu presiden, dan Pilkada, intensitas konflik dan kerawanannya paling tinggi adalah Pilkada. “Dan itu tersebar secara masif di seluruh Indonesia, sehingga masyarakat jadi terbelah” imbuhnya. Dia melihat gejala itu di awal mulai dari menentukan Undang-Undang Pilkada saja sudah begitu ramai, sampai kepada proses tahapan pencalonan Pilkadapun demikian, terangnya.

 

Arief menilai bahwa sekarang kita mengalami disorientasi yang luar biasa di tingkat elit pusat dan daerah. Menduduki jabatan publik, kata dia, orientasinya sudah keliru sebagaimana yang diinginkan dan diidealkan oleh maksud kita dalam menyelenggarakan satu sistem demokrasi di daerah. bahkan sekarang ini juga terjadi distrust (saling tidak percaya)  antar lembaga negara dan juga di daerah.

 

Ketua MK khawatir dengan situasi dan kondisi demikian akan menimbulkan disobidien (ketidakpatuhan) rakyat, atau para elit terhadap struktur dan peraturan hukum yang ada. Sehingga susah untuk mengaturnya. Maka harus diwaspadai situasi dan kondisi yang demikian, ujarnya.

 

Arief juga sependapat dengan Ketua Bawaslu RI bahwa hal-hal yang bersifat teknis memang harus ditutup seawal mungkin, sehingga tidak menimbulkan problem yang meluas. 

 

Ketua MK memperkirakan ada sekitar 300 perkara perselisihan hasil Pilkada yang akan ditangani MK. Estimasi waktu sidang, lanjut Arief, untuk setiap perkara hanya 5 jam karena undang-undang membatasi hanya selama 45 hari kerja. Untuk itu, MK mengharap atas permasalahan yang terjadi di bawah, itu bisa terselesaikan dahulu di bawah. Misal kalau persoalan admistratif sudah diselesaikan melalui Panwaslu/Bawaslu Provinsi, masalah gugatan penentuan calon melalui PTTUN, Pelanggaran pidana selesai di sentra Gakkumdu, jelasnya.

 

Sehingga dari konsep itu, MK terpaksa harus membatasi tidak menerima hal-hal yang berbau semacam TSM (Terstruktur, Sistematis dan Masif). “Kita kembalikan sesuai dengan kewenangan MK lebih ke arah mahkamah kalkulator. karena namanya saja penyelesaian sengketa hasil Pemilu, berarti berhubungan dengan data dan angka yang bersifat kuantitatif,” jelasnya.

 

Terakhir, arief menyatakan bahwa prinsip utamanya Bawaslu/Panwaslu rencananya dalam Peraturan MK adalah pemberi keterangan. Selain itu pemberi keterangan juga harus mendapatkan rekomendasi dari Bawaslu dalam persidangan PHPU Pilkada. Sehingga apa yang disampaikan pemberi keterangan memang betul-betul obyektif, yang bisa mmengaruhi putusan hakim.

 

MK rencananya akan mengundang lembaga terkait seperti Komisi Pemilihan Umum (KPU), Bawaslu, Kepolisian Republik Indonesia (Polri), Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK), bahkan peserta Pilkada dalam bimbingan teknis terkait hasil finalisasi Peraturan MK tentang penyelesaian sengketa hasil Pilkada.

Penulis : Ali Imron

Share

Informasi Publik

 

Regulasi

 

Pendaftaran Pemantau

 

Forum

 

SIGAPLapor

 

 

Whistleblowing System

 

Helpdesk Keuangan

 

SIPS

 

SAKIP

 

Sipeka Bawaslu

 

SIPP Bawaslu

 

Simpeg Bawaslu

Si Jari Hubal Bawaslu

 

 

 

 

Video Bawaslu

newSIPS 2019
newSIPS 2019

Mars Bawaslu

Mars Pengawas PEMILU +text
Mars Pengawas PEMILU +text

Zona Integritas Bawaslu