Jakarta, Bawaslu – Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu), Muhammad mengatakan, Presiden akhirnya menyetujui bahwa setiap tempat pemungutan suara (TPS) yang berjumlah sekitar 545 ribu, akan diawasi oleh minimal dua orang mitra pengawas pemilu lapangan (PPL).
“Insya Allah, semua TPS akan diawasi oleh dua orang mitra PPL untuk setiap TPS. Tidak ada lagi TPS yang tidak diawasi seperti pengalaman Pemilu 2009 lalu,” kata Ketua Bawaslu, Muhammad dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (20/1).
Muhammad mengakui, keberadaan mitra PPL sempat menjadi perdebatan. Pasalnya, Kementerian Keuangan tidak dapat memberikan anggaran tersebut, karena terganjal dasar hukum. Dalam UU No. 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu, jajaran Pengawas Pemilu untuk tingkat desa hanya sebanyak 1-5 orang, dan tidak diatur soal mitra PPL.
Karena itu, saat ini sedang disiapkan Peraturan Presiden (Perpres) yang mendasari pembiayaan mitra PPL yang besar anggarannya Rp 800 milyar. Dengan dasar tersebut, Bawaslu berharap mitra PPL dapat bekerja secara optimal untuk mengawasi pemungutan dan penghitungan suara, serta pergerakan kotak suara yang rawan berpotensi terjadi kecurangan. “Jumlah anggarannya cukup besar. Namun, hal ini harus dilakukan agar setiap TPS terawasi dengan baik,” tambah Muhammad.
Selain itu, kata Muhammad, pemerintah juga membiayai saksi dari setiap partai politik untuk semua TPS. Masing-masing partai politik akan diberikan anggaran sekitar Rp 55 milyar untuk pembiayaan tersebut. Dengan begitu, tidak ada lagi alasan bagi partai politik untuk tidak memiliki saksi di setiap TPS, dan ketika ada temuan dugaan pelanggaran, tidak muncul gugatan di Mahkamah Konstitusi (MK) di kemudian hari.
“Seluruh anggaran ini nanti akan dititipkan kepada Bawaslu. Pengajuan nama saksi tetap dari partai politik yang bersangkutan. Kami jamin, tidak ada saksi yang dipotong honornya,” tutur Muhammad. *** [hms/fs/sap]