Jakarta, Badan Pengawas Pemilu – Sejumlah pegiat pemerhati pemilu mulai mendengungkan agar anggaran pemilihan kepala daerah (Pilkada) dibiayai oleh Anggaran Pendapat dan Belanja Negara (APBN). Sebab, pembiayaan pilkada melalui Anggaran Pendapat dan Belanja Daerah (APBD) bisa berpotensi melahirkan konflik kepentingan terhadap Penyelenggara Pilkada.
“Sebaiknya pilkada memang dibiayai oleh APBN supaya memberikan azas pemerataan dan keseimbangan antara satu daerah dengan daerah lainnya,” kata Koordinator Nasional Jariangan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) Masykurudin Hafidz saat dihubungi di Jakarta, Jumat (23/10).
Menurut Masykurudin, keseimbangan tersebut penting dikedepankan. Selain memberikan standar pembiayaan, juga untuk menghindari penyalahgunaan dana pilkada. Selain itu, aspek efisiensi juga menjadi lebih murah jika pembiayaan dilakukan melalui APBN.
“Untuk 2017, secara waktu mungkin bisa diterapkan, tetapi harus merubah ketentuan pembiayaan pilkada dari APBD ke APBN,” ujarnya.
Karena itu, penyelenggara pemilu harus mengusulkan terlebih dahulu ke pemerintah terkait mekanisme perubahan itu. “Mungkin bisa dimulai dari evaluasi dari pandangan Pilkada Serentak pertama di 2015 ini. Data JPPR juga menunjukkan variasi pendanaan APBD sangat bergantung kepada pemerintah daerah dan potensi kepentingan petahana. Dari evaluasi ini, dapat dijadikan pembelajaran untuk mengarahkan anggaran pilkada dari APBN,” kata Masykurudin.
Sebelumnya, Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Usep Hasan Sadikin mengutarakan bahwa pembiayaan penyelenggaraan pilkada melalui APBD menambah diskresi kepala daerah yang berpotensi melahirkan konflik kepentingan terhadap KPU dan Panwaslu setempat. Dengan dibiayai APBN, petahana tak bisa intervensi.
“Penyalahgunaan kewenangan anggaran pilkada dari kepala daerah berpotensi mengurangi netralitas atau kemandirian KPU di daerah,” ujar Usep.
Berdasarkan infopilkada.kpu.
Penulis : Kontributor Berita Bawaslu | HS
Editor : Falcao Silaban