• English
  • Bahasa Indonesia

Hingga 13 Maret, Bawaslu Telah Periksa 325 Kasus Pelanggaran Netralitas ASN

Anggota Bawaslu Ratna Dewi Pettalolo saat memberikan keterangan pers tentang penanganan pelanggaran netralitas ASN di ruang Media Center Bawaslu, Selasa 17 Maret 2020/Foto: Humas Bawaslu RI

Jakarta- Badan Pengawas Pemilihan Umum – Anggota Bawaslu Ratna Dewi Pettalolo menyebutkan, hingga 13 Maret 2020, Bawaslu telah memeriksa 325 kasus dugaan pelanggaran netralitas aparatur sipil negara (ASN). Rinciannya, 268 kasus telah direkomendasikan kepada Komisi ASN, 34 kasus dihentikan, dan 23 kasus lainnya masih dalam proses pemeriksaan.

“Berdasarkan rekapitulasi pelanggaran data di 30 provinsi hingga 13 Maret 2020, Provinsi Maluku menempati angka tertinggi dengan 48 kasus, Nusa Tenggara Barat 38 kasus, Sulawesi Tenggara 36 kasus, Sulawesi Selatan 28 kasus, dan Sulawesi Tengah ada 27 kasus,” katanya di Media Center Bawaslu, Jalan Mh Thamrin Nomor 14, Jakarta Pusat, Selasa (17/3/2020).

Sementara di enam provinsi lainnya, lanjut Dewi, masih belum ditemukan adanya pelanggaran netralitas ASN yaitu di Kepulauan Riau, Bali, Kalimantan Utara, Bengkulu, Sumatra Selatan, dan Bangka Belitung.

Dia menegaskan, meskipun saat ini sedang memawah virus Corona, fungsi- fungsi pengawasan harus tetap berjalan dan dimaksimalkan demi meminimalisir pelanggaran netralitas ASN.

“Fungsi- fungsi pengawasan harus tetap dimaksimalkan untuk meminimalisir angka pelanggaran. Kalau nanti terjadi pelanggaran terkait netralitas ASN akan tetap diproses,” jelasnya.

Hanya saja, tutur Dewi, proses klarifikasi yang dilakukan tidak dengan tatap muka langsung, tetapi dengan menggunakan media elektronik. “Tetapi, tentu tetap perlu ada pembuktian dan desain ini akan kami bicarakan kembali dalam pleno kami (Bawaslu), sehingga penganan pelanggarannya tetap sah dan diterima sesuai dengan ketentuan Undang undang,” tegas dia.

Dewi mengungkapkan, petugas piket penerima laporan dugaan pelanggaran dengan menggunakan memanfaatkan teknologi informasi dan menggunakan waktu kerja bergantian. Hal ini menurutnya, karena waktu penanganan pelanggaran hanya sebentar yaitu 3+2 hari. Dengan menggunakan teknologi, dia berharap laporan menjadi lebih cepat dan tidak daluarsa.
“Karena kita mengingat waku penanganan  pelanggaran waktunya terbatas 3+2 hari, sehingga harus dimaksimalkan penggunaan waktunya,” katanya.

“Jika ditemukan adanya dugaan pelanggaran tidak terhambat penangannya, yang membuat laporan menjadi daluarsa karena berpotensi menjadi masalah kemudian hari,” tambah dia.

Editor: Ranap THS
Fotografer: Bhakti Satrio Wicaksono

Share

Informasi Publik

 

Regulasi

 

Pendaftaran Pemantau

 

Forum

 

SIGAPLapor

 

 

Whistleblowing System

 

Helpdesk Keuangan

 

SIPS

 

SAKIP

 

Sipeka Bawaslu

 

SIPP Bawaslu

 

Simpeg Bawaslu

Si Jari Hubal Bawaslu

 

 

 

 

Agenda Bawaslu

Video Bawaslu

newSIPS 2019
newSIPS 2019

Mars Bawaslu

Mars Pengawas PEMILU +text
Mars Pengawas PEMILU +text

Zona Integritas Bawaslu