Semarang, Badan Pengawas Pemilu – Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Republik Indonesia bekerjasama dengan Universitas Diponegoro (Undip) mengadakan Seminar Internasional bertajuk “Demokrasi, Pemilu dan Pengawasan Pemilu” yang kali ini dihelat di Auditorium FISIP Undip, Semarang, Senin (19/9). Seminar itu menghadirkan perwakilan dari Tunisia dan Finlandia, digelar dalam rangka pertukaran pengetahuan serta komparasi sistem pemilu dengan Negara-negara sahabat.
Duta Besar Republik Tunisia untuk Indonesia, Mourad Belhassen memaparkan pengalaman di negaranya. Lewat revolusi yang terjadi pada akhir 2010, Tunisia merupakan pelopor revolusi-revolusi Arab di 2011 melewati era kediktatoran ke arah demokrasi. Pada tahun 2014 lalu Tunisia juga telah melaksanakan Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden untuk masa jabatan penuh secara demokratis dengan tingkat partisipasi pemilihnya sekitar 60 persen.
Mourad mengungkapkan bahwa demokratisasi yang dicapai Tunisia harus menghadapi berbagai kendala. Diantaranya perpecahan, kekerasan politik dan munculnya serangan teroris. Kendati demikian hal tersebut dapat dilalui.
Pemilu di Tunisia diselenggarakan oleh badan pemilihan umum independen permanen bernama ISIE. Tugas lembaga tersebut diantaranya membuat dan memperbaharui daftar pemilih, menetapkan kalender tahapan pemilihan, menyetujui pendaftaran para kandidat, memantau kampanye, menetapkan dan mengumumkan hasil pemilu, akreditasi terhadap pemantau, serta membangun program pendidikan pemilih. Mourad mengatakan pemantau internasional yang mengikuti seluruh proses pemilihan 2014 di Tunisia menilai pemilihan telah berjalan dengan adil, bebas, dan transparan.
Sebagaimana di Indonesia, aturan terkait larangan politik uang juga diberlakukan di Tunisia. Mourad menjelaskan bahwa setiap orang yang kedapatan memberikan uang kepada pemilih dengan tujuan mempengaruhi suara mereka ataupun menghalangi pemilih ke TPS, dihukum pidana penjara antara tiga sampai enam tahun dengan denda 1500 USD.
Sedangkan Pirjo-Liisa Heikkilä, First Secretary Kedutaan Besar Republik Finlandia untuk Indonesia, menguraikan bahwa pemilu pertama di negara berpenduduk 5,5 juta tersebut mulai dihelat sejak 1907. Berbeda dengan Indonesia, pemilihan legislatif dan tingkat kota dilakukan setiap empat tahun sekali sementara untuk pemilihan presiden digelar tiap enam tahun sekali.
Ia mengatakan prinsip umum pemilu di Finlandia adalah langsung, proporsional, dan rahasia. Seluruh warga yang telah memenuhi syarat administrasi sebagai pemilih, memiliki hak yang sama tanpa memandang latar belakang apapun. Terkait kesetaraan, Pirjo-Liisa menambahkan bahwa Finlandia merupakan negara pertama yang memberikan hak politik secara penuh kepada perempuan, baik untuk ikut sebagai pemilih maupun kandidat dalam pemilu.
Penulis: Haryo Sudrajat
Foto: Nurisman