• English
  • Bahasa Indonesia

Media Cenderung Tidak Netral dalam Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota

Ternate, Bawaslu - Pengawas Pemilu dengan media mempunyai titik kulminasi yang sama dalam melaksanakan tugas dan fungsinya masing-masing, yaitu keduanya melakukan fungsi pengawasan. Fungsi pengawasan yang dilakukan oleh media sama dengan fungsi pengawasan yang dilakukan oleh pengawas Pemilu.

Tenaga Ahli Bawaslu RI, Saparuddin mengatakan hal itu ketika mewakili Pimpinan Bawaslu RI menjadi narasumber pada acara sosialisasi pengawasan partisipatif dirangkaian dengan media gathering Bawaslu Provinsi Maluku Utara dengan media massa lokal di Gedung Balai Latihan Kerja Industri (BLKI) Ternate, Sabtu malam, 4 April 2015.

Dalam acara yang diikuti 36 wartawan yang bekerja pada 26 media massa cetak, elektronik, dan on-line di Provinsi Maluku Utara, Saparuddin yang juga aktivis media dari Majalah Parlemen itu memaparkan materi Peranan Media dan Jurnalis dalam Pengawasan Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota. Turut hadir saat itu Ketua Bawaslu Provinsi Maluku Utara, Sultan Alwan, Pimpinan Bawaslu Provinsi Maluku Utara, Abd. Azis Marsoaly dan Muksin Amrin, serta Kasek Bawaslu Provinsi Maluku Utara, Irwan M. Saleh. Para awak media yang sehari-harinya bertugas meliput isu-isu Pemilu tersebut sangat antusias mengajukan pertanyaan.   

Menurut Saparuddin, kalau pengawas Pemilu hanya mengawasi seluruh proses dan tahapan Pemilu, tetapi media melakukan fungsi pengawasan yang lebih luas. “Karena itu, sangat tepat, apabila pengawas Pemilu menjadikan media sebagai mitra strategis, karena media mempunyai kekuatan (power), terutama karena media bisa membentuk opini publik dan melakukan persuasi,” ujar dia.

Ia mengakui, sebagai pilar demokrasi yang keempat setelah legislatif, eksekutif, dan yudikatif, media mempunyai kekuatan yang luar biasa. Bahkan, media bisa menjadi faktor penyeimbang, karena media juga mempunyai agenda setting yang dapat mempengaruhi tiga pilar demokrasi lainnya.

Karena itu, kata Saparuddin, partai politik yang berafiliasi atau memiliki akses terhadap media, maka partai politik tersebut mempunyai kekuatan ganda. Partai politik sendiri adalah sebuah kekuatan politik, dan kalau partai politik didukung oleh media, maka kekuatannya berlipat ganda. Karena itu, dalam hajatan Pemilu dan pemilihan, partai politik atau kandidat yang didukung oleh media, biasanya selalu unggul dalam meraih dukungan suara dari masyarakat.

Saparuddin mengingatkan, sebagai salah satu infrastruktupr politik, media sangat dominan pengaruhnya dalam penyelenggaraan Pemilu dan Pemilihan sebagai sarana demokrasi. Karena itu, media harus diarahkan sebagai bagian penting untuk mengawal kematangan berdemokrasi di Indonesia.

Ia mengutip pendapat penulis dan wartawan Inggis, Anthony Sampson,  bahwa sebuah demokrasi yang matang, tergantung pada keberadaan elektorat (konstituennya) yang terdidik, yang terinformasi, dan terkoneksi dengan legislatifnya. Elektorat yang terdidik seperti itu dapat dibentuk melalui media. Hal tersebut disebabkan karena kuatnya fungsi media, baik sebagai pemberi informasi maupun sebagai sarana pendidikan, persuasi, hiburan, pembentukan opini publik, agenda setting, dan kontrol sosial . 

Saparuddin menilai, dalam konteks membangun demokrasi yang matang, termasuk dalam pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota, media cenderung tidak netral. Hal tersebut dapat dilihat dari adanya afiliasi antara pemilik media dengan partai politik, politisi, dan kandidat dalam pelaksanaan Pemilu dan Pemilihan. Keberpihakan pemilik media kepada partai politik tertentu dalam bentuk pemberitaan, penyiaran, dan iklan kampanye merupakan indikasi bahwa media tidak netral.

Mengutip laporan hasil pengawasan gugus tugas pengawasan pemberitaan, penyiaran dan iklan kampanye di media penyiaran pada Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD 2014 serta Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2014, Saparuddin mengatakan, semua media penyiaran, terutama televisi melakukan pelanggaran, karena tidak memberikan ruang yang sama kepada partai politik dan kandidat, dan media cenderung tidak netral.

Karena itu, kata Saparuddin, gugus tugas pengawasan media penyiaran yang dibentuk Bawaslu bersama KPU, KPI dan KIP pada Pemilu 2014, perlu ditindaklanjuti dengan membentuk gugus tugas yang sama di tingkat provinsi untuk mengawasi pemberitaan, penyiaran dan iklan kampanye pada Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota tahun 2015.

Seperti diketahui, pada tahun 2015, terdapat 270 daerah yang akan mengikuti pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota. Dari 270 daerah tersebut, sembilan provinsi akan memilih gubernur, dan 261 daerah akan memilih bupati dan walikota. Khusus Provinsi Maluku Utara, akan melakukan pemilihan bupati dan walikota pada dua kota dan enam kabupaten, yaitu Kota Ternate dan Kota Tidore Kepulauan, serta Kabupaten Pulau Taliabu, Kepulauan Sula, Halmahera Timur, Halmahera Utara, Halmahera Selatan, dan Halmahera Barat. ***deytri/falcao

Share

Informasi Publik

 

Regulasi

 

Pendaftaran Pemantau

 

Forum

 

SIGAPLapor

 

 

Whistleblowing System

 

Helpdesk Keuangan

 

SIPS

 

SAKIP

 

Sipeka Bawaslu

 

SIPP Bawaslu

 

Simpeg Bawaslu

Si Jari Hubal Bawaslu

 

 

 

 

Video Bawaslu

newSIPS 2019
newSIPS 2019

Mars Bawaslu

Mars Pengawas PEMILU +text
Mars Pengawas PEMILU +text

Zona Integritas Bawaslu