Jakarta, Badan Pengawas Pemilihan Umum – Enam hari menjelang pemungutan dan penghitungan suara putaran kedua Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta Tahun 2017, Bawaslu DKI Jakarta menggelar Rapat Koordinasi antar penyelenggara Pemilu di Hotel Mercure Ancol, Jakarta, Jum’at (14/4). Rakor ini terkait pengawasan pada tahapan pungut hitung Pilkada DKI Jakarta putaran kedua yang akan dilangsungkan pada 19 April mendatang. Hadir selaku pembicara di antaranya Ketua Bawaslu RI Abhan, Ketua KPU RI Arief Budiman, Ketua Bawaslu DKI Jakarta Mimah Susanti, dan Ketua KPU DKI Jakarta Sumarno. Peserta yang dilibatkan pada Rakor ini yaitu Panwaslu dan KPU kabupaten/kota se-DKI Jakarta. Ketua Bawaslu RI Abhan menegaskan bahwa tahapan pemungutan dan penghitungan suara merupakan puncak dari seluruh tahapan. Oleh sebab itu dia meminta jajaran Pengawas Pemilu dari tingkat provinsi sampai ke tingkat TPS untuk semaksimal mungkin melakukan pengawasan pada tahapan pungut hitung Pilkada DKI putaran kedua nanti. Selain itu, kata dia, jajaran panwas kabupaten/kota sampai ke tingkat TPS harus memahami betul regulasi Pemilu serta tugas dan fungsi pengawasan tahapan pungut hitung. Ia meminta untuk melakukan koordinasi yang baik antar penyelenggara pemilu, terutama antar pengawas TPS dengan Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) biar proses pungut hitung nanti berjalan baik. "Koordinasi antar penyelenggara sangat penting, terutama antar jajaran pengawas pemilu dari setiap tingkatan supaya tidak ada salah paham," ujar mantan Ketua Bawaslu Jawa Tengah itu. Ketua sekaligus merangkap Divisi SDM dan Organisasi ini juga mengingatkan kepada para peserta yang hadir (KPU dan Panwaslu kabupaten/kota) agar sekiranya dapat mengkoordinasikan kepada jajarannya di bawah, teruatama yang berada di lingkaran kotak suara supaya dalam satu pemahaman pada saat pungut hitung nanti. Menurut Abhan, dua penyelenggara di tingkat paling bawah (Pengawas TPS dan KPPS) harus memiliki pemahaman yang sama. "Jangan sampai perbedaan pemahaman ini menimbulkan kegaduhan hukum nantinya. Kita antar para penyelenggara bertugas untuk menyatukan persepsi," tambahnya. Misalnya, lanjut dia, ketika ada TPS yang harus dilakukan pemungutan suara ulang (PSU) karena kejadian pelanggaran, hal seperti ini harus dipahami bersama supaya bisa cepat selesai. Pada kesempatan ini juga Abhan meminta kepada jajaran pengawas dan KPU agar semua catatan yang kurang maksimal pada putaran pertama dapat dijadikan bahan perbaikan. Misalnya terkait masalah daftar pemilih tetap (DPT) atau daftar pemilih tambahan (DPTb), masalah TPS di rumah sakit, ataupun masalah lainnya yang belum maksimal pada putaran pertama 15 Februari lalu. Persoalan teknis lainnya yaitu masalah C7. C7 ini, kata Abhan, berbeda dengan C1 plano. C1 plano semua dapat, sedangkan C7 hanya di pegang oleh KPPS. Oleh sebab itu, Abhan menyarankan pada pungut hitung putaran kedua Pilkada DKI nanti pengawas TPS dapat atau diizinkan mempotret C7 untuk dijadikan data pengawasan ataupun data pembanding jika ada kesalahan pada saat membuka kotak suara. “Jangan sampai ketika kotak suara dibuka, misalkan jumlah suara 500 akan tetapi yang tertera di C7 cuma 400 surat suara," pungkasnya. Penulis/Foto: Irwan