• English
  • Bahasa Indonesia

e-Voting Perlu Uji Coba

JAKARTA,  Badan Pengawas Pemilu -- Upaya penerapan pemilihan suara elektronik (e-Voting) disambut baik  Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI. Lembaga ini menilai tidak cukup sekedar mendalami pengkajian yang dilakukan  banyak kalangan dalam mempersiapkannya. Lebih dari itu, uji coba menjadi syarat  untuk memastikan efektivitas penggunaan e-Voting hingga kelemahan yang ditimbulkan kelak.

 
"Kalau kita tidak mencoba, kita tidak akan bisa lihat hasilnya, sehingga Bawaslu justru malah menghendaki kita coba perbaiki barang ini, karena kita nggak bisa ukur sejauh mana sisi efektifitasnya. Jangan-jangan kajian begitu banyak, tapi kepentingan pihak lain tersusupi. Ada vendor yang sudah biasa main surat suara kan bisa aja nitip supaya e-Voting nggak jadi. Jadi, tidak ada salahnya kita coba, tapi jangan dipaksakan terhadap daerah-daerah yang tidak bisa," kata Pimpinan Bawaslu Nasrullah di Jakarta, Minggu (9/11).
 
Menurut Nasrullah, sejauh ini hasil penyelenggaraan pemilu selalu menyajikan data yang tidak singkron antara data awal dan hasil akhir. Karena itu, tawaran penggunaan e-Voting dalam Pilkada langsung 2015 merupakan langkah mengelola pemilu yang lebih efisien dan efektif prosesnya. "Tidak terlalu banyak jenjangnya dan kita juga butuh pemilu yang tingkat responsibilitynya tinggi dan punya jiwa proggres yang kuat," ujarnya.
 
Meski opini penggunaan e-Voting sudah terbangun di masyarakat, Nasrullah menyarankan agar riset terhadap hal ini ditindaklanjuti lebih jauh. Dalam hal ini, semua pihak diharapkan berperan aktif memberikan kontribusinya dalam mensukseskan riset dan kelak penggunaannya. Jika e-Voting diterapkan dalam Pilkada serentak, maka prinsip biaya lebih murah hingga menjamin rekapitulasi tak berjenjang harus diprioritaskan. Untuk itu, menurut Nasrullah, ada beberapa kebijakan yang bisa diamputasi agar Pilkada lebih efisien.
 
"Contoh, dulu di KPPS tujuh orang, sekarang mungkin nggak perlu lagi tujuh orang, bisa diamputasi menjadi lima orang. Kalau bisa menjamin ini relatif lebih murah, efektif, dan efisien kenapa tidak?" katanya.
 
Sekalipun layak diuji coba, menurut Nasrullah, tidak semua daerah harus dipaksakan menggunakan e-Voting pada Pilkada 2015 mendatang. "Nggak harus memaksakan, tapi mungkin bisa dibentuk pola asimetris. Daerah-daerah yang mampu kita terapkan e-Voting kenapa tidak? Tapi, kalau nggak bisa, ya jangan dipaksakan," ujarnya.
 
Sebagaimana diketahui, sebanyak 204 daerah siap menggelar Pilkada serentak 2015. "Menurut saya, DIY (Daerah Istimewa Yogyakarta) sudah ready. Di sana banyak mahasiswa yang tinggal dilatih untuk operasi mesinnya," kata Nasrullah.
 
Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi Titi Anggraini mengatakan, penggunaan e-Voting dalam pemilu sudah memiliki legalitas berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK). "Secara legalitas memang pemungutan suara elektronik sudah mendapatkan dasar konstitusionalitasnya, karena telah dinyatakan MK pemungutan suara juga dianggap sah kalau melalui e-Voting machine," ujarnya.
 
Berdasarkan putusannya, MK memberikan sejumlah persyaratan yang harus dipenuhi dalam penyelenggaraan pemilu. Syarat itu antara lain kesiapan teknologi, kesiapan pembiayaan (termasuk APBD 2015), kesiapan sumber daya manusia (SDM) terutama mengubah paradigma penyelenggara pemilu dari manual ke elektronik, serta kesiapan perangkat lunak.
 
"Yang terakhir adalah kesiapan masyarakat. Pemilu itu prinsipnya umum dan harus bisa melayani setiap orang. e-Voting ini harus memenuhi aspek Luber dan Jurdil karena ini syarat kumulatif. Ketika ada satu syarat aja tidak terpenuhi, maka kita tidak bisa menggunakan ini," kata Titi.
 
Dari semua syarat itu, "kepercayaan" menjadi modal utama bagi semua pihak dalam pelaksanaan pemilu. Itulah harga yang paling mahal yang harus dibayar setiap anak bangsa untuk menciptakan proses pemilu yang luber dan jurdil.
 
"Menurut perjalanan kita, yang paling mahal itu kepercayaan. Sudah transparan, akuntabel, tapi kalau masyarakat kita nggak percaya maka jangan harap hasil pemilu bisa dipercaya. Jadi, bagaimana  membuat masyarakat percaya terhadap alat teknologi yang digunakan? Nggak cukup uji coba di beberapa desa," ujar Titi.
 
 
Penulis: hn 
Editor: raja monang silalahi 
Share

Informasi Publik

 

Regulasi

 

Pendaftaran Pemantau

 

Forum

 

SIGAPLapor

 

 

Whistleblowing System

 

Helpdesk Keuangan

 

SIPS

 

SAKIP

 

Sipeka Bawaslu

 

SIPP Bawaslu

 

Simpeg Bawaslu

Si Jari Hubal Bawaslu

 

 

 

 

Video Bawaslu

newSIPS 2019
newSIPS 2019

Mars Bawaslu

Mars Pengawas PEMILU +text
Mars Pengawas PEMILU +text

Zona Integritas Bawaslu