Bogor, Badan Pengawas Pemilu - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menggelar Rapat Penyusunan Pedoman Wistleblowing System (WBS) di lingkungan Sekretariat Jenderal Bawaslu RI, Jumat (24/3). Penyusunan WBS sebagai langkah pencegahan dan pemberantasan korupsi pada sektor pengadaan barang dan jasa di lembaga Pengawas Pemilu.
Kepala Biro Hukum, Humas dan Pengawasan Internal Bawaslu RI Ferdinand Eskol Tiar Sirait pada pembukaan acara mengatakan, langkah Bawaslu mencegah korupsi pada sektor pengadaan barang dan jasa sejalan dengan Strategi Nasional Pencegahan Korupsi di Indonesia. Penyusunan WBS juga menegaskan bahwa Bawaslu berkomitmen menjadi lembaga pengawas Pemilu yang berintegritas, transparan dan akuntabel.
Direktur Permasalahan Hukum Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah Setya Budi Arijanta. Yang dihadirkan sebagai narasumber mengatakan, penyusunan WBS telah dilaksanakan di sebagian besar Kementerian/Lembaga di Indonesia.
"WBS tercantum pada Perpres Nomor 55 Tahun 2012 Tentang Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Jangka Panjang Tahun 2012-2025 dan Jangka Menengah Tahun 2012-2014, " ujar Setya.
Setya mengungkapkan, dalam melakukan tugasnya sesuai Perpres 106 Tahun 2007 tentang Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah, salah satu tugas LKPP adalah memberikan saran pendapat, rekomendasi dalam sanggah dan permasalahan hukum lainnya di bidang pengadaan barang/jasa pemerintah. Penerapan WBS menurutnya akan bermanfaat bagi lembaga Bawaslu terutama dalam meningkatkan akuntabelitas dan pertanggungjawaban baik secara fisik maupun keuangan dalam melakuan pengadaan barang dan jasa. WBS juga diharapkan bermanfaat bagi kelancaran pelaksanaan tugas pemerintah terutama lembaga Bawaslu dalam mengawal proses demokrasi dan bermanfaat bagi masyarakat.
Lebih lanjut Setya Budi menjelaskan, dalam penerapan sistem WBS sampai saat ini telah dilakukan pada Lembaga, Kementerian, dan Satuan Kerja Perangkat Daerah. Fungsi WBS juga sangat bermanfaat untuk pelaporan perbuatan yang terindikasi penyimpangan dalam proses pengadaan barang dan jasa di pemerintahan yang terjadi dalam oraganisasi pengadaan dimana orang tersebut bekerja.
"Tujuanya mencegah adanya praktek dalam kasus KKN dalam pengadaan barang dan jasa, " ujarnya
Setya mencontohkan, pelaporan dugaan pelanggaran pelanggaran antara lain setidaknya berupa pelanggaran bersifat admistrasi, persaingan usaha tidak sehat, dan pidana. Sementara pelanggaran administrasi dalam pengadaan barang jasa meliputi kesalahan akibat kelalaian yang dilakukan dalam proses pemilihan penyedia barang dan jasa.
Kemudian, pelanggaran persaingan usaha tidak sehat meliputi persekongkolan tender posisi dominan dan peran ganda. Perbuatan pidana dalam pengadaan barang/jasa pemerintah meliputi, Indikasi penipuan Indikasi pemalsuan, dan Indikasi korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).
Penulis/Foto : Hendru Wijaya/Erleine
Editor : Ira Sasmita