Bandung, Badan Pengawas Pemilu - Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) yang terdiri dari unsur Pengawas Pemilu, Kejaksaan, dan Kepolisian terus melakukan upaya penguatan sinergitas dalam rangka mengawal Pemilu di Indonesia. Guna mengevaluasi kinerja Sentra Gakkumdu, Bawaslu menggelar Rapat Koordinasi Nasional Evaluasi Sentra Penegakan Hukum Terpadu di Hotel Arya Duta Bandung sejak Selasa (23/5) hingga Kamis (25/5).
Ketua Bawaslu RI Abhan menjelaskan Sentra Gakkumdu perlu meningkatkan sinergitas kerja supaya harapan bersama bisa tercapai. "Undang-undang mengamanahkan bahwa proses kasus pidana pemilihan melalui Sentra Gakkumdu sehingga kita perlu memaksimalkan kerja kita untuk menjalankan amanah undang-undang ini," kata Abhan.
Abhan juga berharap segala kekurangan yang ada di Pilkada 2017 diperbaiki agar kinerja semakin baik. "Salah satunya terkait disparitas dalam penanganan pelanggaran Pemilu. Kemarin sempat ada kasus di daerah A bisa tertangani sementara di daerah B tidak bisa ditangani padahal sama substansinya. Ini menjadi perhatian untuk kita evaluasi," ujar Abhan.
Abhan menilai, perlunya mensosialisasikan kerja Gakkumdu ini agar hal diketahui oleh publik. "Kita perlu tunjukkan kepada masyarakat bahwa kita telah bekerja dengan baik," jelasnya.
Sementara Direktur Tindak Pidana Umum Lainnya Kejaksaan RI Susilo Yustinus menilai, kegiatan Rakornas Evaluasi yang digelar oleh Bawaslu ini merupakan salah satu bagian kursial dalam mengukur kegiatan yang telah direncanakan oleh Sentra Gakkumdu. "Kegiatan ini bisa menjadi ajang koreksi dan berbagi untuk perbaikan penegakan hukum pidana ke depan. "Diperlukan peningkatan fungsi dan peran Sentra Gakkumdu untuk berbenah ke arah yang lebih baik," ujar Susilo.
Susilo juga menyorot beberapa permasalahan dalam Sentra Gakkumdu.
Ia menjelaskan, permasalahan dalam regulasi, salah satunya adalah terkait liminitas waktu yang singkat. Menurutnya, dengan waktu lima hari yang dimiliki oleh Bawaslu sangat tidak sesuai karena pada kenyataannya sangat sulit menentukan laporan yang disampaikan masyarakat apakah pidana administrasi, pidana, atau etik. Begitu juga selanjutnya dalam penyidikan dan penuntutan.
"Selain itu PHPU harusnya diperiksa dan diadili oleh peradilan khusus. Sehingga akhirnya diselesaikan oleh MK. Hal lain juga menjadi sulit dengan ambang batas yang ditentukan MK. Oleh karena itu saya melihat, undang-undang harus lebih melihat pelanggaran yang substansial," jelasnya.
Pada umumnya, sambung Susilo, pelanggaran pidana dalam pemilu adalah politik uang, ketidaknetralan ASN, dan penggunaan hak pilih orang lain. "Hingga saat ini terdapat 24 perkara yang diterima Kejaksaan," ujarnya.
Sedangkan Kombes Pol Jamaluddin, Kasubdit IV Politik dan Dokumentasi Bareskrim Polri mengatakan, sebanyak 46 perkara yang diteruskan Panwas ke Penyidik selama tahapan Pilkada 2017. "Dari 46 perkara tersebut terdapat 41 perkara yang sudah terselesaikan dan tertinggal sekitar lima perkara yang belum terselesaikan oleh kepolisian," ujar Jamal.
Ia berharap segala kendala yang dihadapi selama ini bisa dicarikan solusi. "Melalui evaluasi ini, kita bisa carikan solusi dari kendala dalam menangani perkara-perkara selama ini," pungkasnya.
Penulis/foto: Pratiwi/Nurisman