Dukungan Birokrasi dan Aspek SDM Jadi Problem Panwas Kab/Kota
Ditulis oleh ali imron pada Kamis, 18 Desember 2014 - 15:30 WIB
Pangkal Pinang, Badan Pengawas Pemilu – Menjelang pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota pada tahun 2015, Bawaslu mengantisipasi Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (Perppu MD3) jika DPR menolak Perppu. Tetapi bila perppu jadi disahkan oleh DPR, maka dilakukan melalui sistem voting.
Namun yang dilakukan sekarang pada tingkatan DPR adalah proses lobi, yaitu pendekatan musyawarah mufakat, karena adanya MoU. Oleh sebab itu Bawaslu menghendaki melalui musyawarah mufakat Perppu itu diterima. Pimpinan Bawaslu, Nasrullah Mengatakan pada prinsipnya apakah Perppu dalam posisi diterima atau ditolak.
"Kalau ditolak posisinya deadlock, tetapi seandainya diterima maka ada dua hal, diterima secara utuh, konsekuensinya seperti itu Perppunya. Yang kedua diterima secara bersyarat, yang kemungkinan besar ada beberapa perubahan di dalam Perppu,” ujar Nasrullah saat menyampaikan sambutannya dalam acara Analisis dan Evaluasi terhadap Pelaksanaan Pengawasan Partisipasi di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, di gedung LPMP (Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan) Provinsi Babel, Rabu (17/12).
Hadir dalam Rakor Analisis dan Evaluasi Pengawasan Partisipatif Bawaslu Provinsi Babel, antara lain, Ketua Bawaslu Provinsi Babel Zul Terry Apsupi, komisioner Bawaslu Babel Bagong Susanto dan Sugesti serta seluruh Panwaslu dan sekretariat 7 Kabupaten/Kota.
Selanjutnya Nasrullah menjelaskan bahwa jika Perppu diterima tetapi bersyarat, maka kewenangan yang diberikan kepada Bawaslu Provinsi dan Panwas Kabupaten/Kota dalam menyelesaikan sengketa Pemilu sesuai dengan tingkatan masing-masing. “Jadi kalau Pemilihan Bupati/Walikota, maka Panwas Kabupaten/Kota yang punya kewenangan dalam menyelesaikan sengketa pemilihan, jadi tidak ada lagi kewenangan yang diberikan pada lembaga-lembaga lain kecuali Panwas Kabupaten/Kota,” terang Nasrullah.
Pimpinan Bawaslu Divisi Sosialisasi, Humas dan Antar lembaga ini mengatakan bahwa problem Panwas Kabupaten/Kota adalah dukungan birokrasi, aspek sumber daya manusia baik dari sisi integritas, kompetensi, netralitas, dan profesionalitas yang menjadi hambatan yang luar biasa. “Tetapi anehnya kenapa pemerintah memberi kewenangan itu. Jadi terasa sedap tetapi belum tentu sedap. Bukan Bawaslu RI tidak percaya kepada Panwas Kabupaten/Kota, tetapi ada hal yang belum siap,” ujarnya.
Nasrullah mencontohkan bila Panwas yang belum siap itu diberi kewenangan menyelesaikan sengketa mungkin ada orang-orang yang berkeinginan agar Pemilihan Gubernur/Bupati/Walikota itu dikembalikan saja kepada DPRD, karena terbukti penyelenggara Pemilu (Panwas Kab/Kota-red) yang menjadi penyebab terjadinya suasana yang inkondusif, suasana yang justru menimbulkan konflik. Oleh karena itu dia berharap agar persoalan tersebut dapat diselesaikan dengan bijak.
Dalam kesempatan itu diadakan pula diskusi dengan menghadirkan beberapa narasumber. Dalam rakor tersebut juga dilakukan pemberian penghargaan pengawasan partisipatif Pemilu 2014 kepada perwakilan pemerintah daerah, kepolisian, kejaksaan, perguruan tinggi, tokoh agama, LSM, dan pers.